topbella

Senin, 22 Agustus 2011

Bunda

Bunda….
Kau yang ku cinta
Kau yang ku sayang
Kau yang ku banggakan
Dan Kau yang ku sanjung


Aku mencintaimu
Aku menyayangimu
Aku mambanggakanmu
Dan Aku menyanjungmu


Tiada keindahan yang terindah didunia ini
selain merasakan nikmatnya cintaku padamu
Tiada kesejukkan yang menyejukkan hati ini
Selain menyayangmu sepenuh hati

Aku slalu bangga terhadapmu
aku slalu bersyukur tlah memilikimu
dan aku tak mau kehilanganmu


Bunda…
adakah orang yang lebih kau cintai selain aku?
meskipun dia lebih sempurna dari aku?

Bunda…
adakah orang yang lebih kau sayangi selain aku?
meskipun kenakalan slalu diperbuat olehku?

Bunda…
adakah orang yang lebih kau banggakan selain aku?
meskipun kesuksessan slalu ia raih?

Bunda…
adakah orang yang lebih kau sanjung selain aku?
meskipun tak jarang kegagalan slalu ku persembahkan padamu?


Bunda…
Dalam keheningan sujud malam-malam ku
Bibir ini tak henti-hentinya menyebut namamu
disetiap hembusan nafas Sang Ilahi
lantunan-lantunan do’a tak pernah lelah kupersembahkan padamu


Seketika Butiran-butiran kristalpu tak henti-hentinya bercucuran
saat teringat kenakalanku yang tak jarang ku perbuat padamu
Aku tak peduli keadaanmu
aku tak peduli kesusahanmu
aku tak peduli keluh kesahmu


Aku hanya peduli saat kau bisa mengabulkan apa yang ku mau
aku hanya peduli saat kau bisa membuatku tersenyum puas
Dan aku hanya peduli saat kau menuruti apa yang aku ingini


Sedangkan Bunda…..???
Bunda slalu peduli akan Aku
Bunda slalu setia menjagaku
Bunda slalu peduli keadaanku
Dan Bunda juga tak pernah menyimpan dendam terhadapku


Siapakah aku ini Bunda?
masih pantaskah kau mengakuiku sebagai buah hatimu?
masih pantaskah aku menerima kecupan hangatmu?
masih pantaskah aku menerima pelukan kasih sayangmu


Bunda…
Kau tak pernah memperdulikan dan tak pernah mengharapkan
aku untuk mencintaimu

Bunda…
kau tak pernah meminta aku untuk mengakui
betapa sayangnya diriku padamu

Dan Bunda tak pernah mengatakan lelah tlah menjagaku,
menyayangiku dan mencintaiku sepenuh hati


Bunda…
Tiada wanita teristimewa dihati selain engkau
Bunda…
Tiada wanita terhebat didunia ini selain engkau
Dan Bunda…
Tiada yang lebih ku sayang dan ku cinta
Selain Bundaku tercinta


Aku mencintai Bunda
Aku menyayangi Bunda
kemarin, saat ini, besok dan slamanya
Aku sayang dan mencintai Bunda


Pare, 26 July 2011
10:13


Teruntuk seluruh Bunda Di dunia.

Kamis, 18 Agustus 2011

Suara Hati... "Aku tak Ingin Menjadi Majnun"


Tuhan.. Engkau begitu baik sekali dengan memberiku perasaan Cinta seperti ini, tapi sungguh Tuhan, jangan Engkau buat aku sebagai salah satu diantara mereka yang disebut “Majnun” karna cinta yang tak sampai.
Sudah aku ketahui beberapa “Majnun” yang tlah aku baca kisahnya dari beberapa buku yang tlah aku miliki, sungguh berawal dari cinta yang aku rasa terlalu berlebihan dengan tak menggunakan otak dan akal yang sehat lagi, hanya berbekal dengan kepercayaan Perasaan saja sehingga terkesan Menuhankan Cinta yang dampaknya bisa membuat mereka mendapatkan nama baru dari orang-orang sekitar mereka, yang sebenarnya sudah aku ketahui, bahkan aku sangat percaya Tuhan, kalau mereka tidak ingin disebut “Majnun”
Pun dengan aku tuhan, aku tak mau dikatakan “majnun” oleh mereka, aku masih ingin menggunakan akal sehatku untuk mengartikan Cinta ini.
Tuhan… apa yang harus aku lakukan dengan Perasaan ini? Haruskah aku bersyukur? Atau malah aku harus mencaci perasaan ini? Aku tak pernah mengundangnya untuk datang ke hatiku, aku juga tak pernah menginginkan kedatangannya kecuali kalau memang Cinta itu adalah Cinta yang tlah terikrar oleh ucapan “Qobiltu nikaakhaha wa tazwiijaha bil mahril madzkuur”
Tuhan aku tak ingin terjerumus oleh Cinta yang seperti ini untuk yang kesekian kali, cukup pengalaman masa lalu yang sudah bisa aku ambil pelajarannya untuk bekal aku saat ini dan esok. Apakah aku terkesan egois Tuhan? Dengan mengambil keputusan seperti itu.
Tuhan… aku hanya wanita biasa yang masih lemah dan labil dengan godaan syetan yang ada disekitarku, jangan sampai karna Cinta ini malah membuat aku menjadi lebih buruk lagi, terlebih karna Atas Nama Cinta aku harus mengobarkan kehormatanku, sungguh naudzubillah jangan sampai pernah terjadi!!!
Demi NamaMu aku bersumpah, kalau aku masih suci tuhan! Aku masih menjaga kehormatanku sendiri atas namaMu Tuhan, dan aku mohon pertolonganMu Tuhan untuk membantuku menjaga kehormatanku, ma’afkan aku tuhan yang tlah banyak meminta kepadaMu, entahlah Tuhan, rasanya aku sudah tak punya rasa malu lagi untuk slalu meminta kepadaMu, dan entahlah, Engkau masih mau mengabulkan permintaanku apa tidak.
Bukankah Engkau juga pernah berkampanye Tuhan? Kalau Engaku pernah Bilang “Minta lah Kepada Ku, Niscaya aku akan mengabulkannya” apakah kampanye itu masih berlaku sampai saat ini Tuhan?
Tuhan begitu banyak permintaan yang aku minta kepadamu tuhan, sedangkan aku sadar, kalau aku juga masih belum sepenuhnya mengerjakan kewajibanku padaMu, patuh padaMu, bahkan seringkali aku melalaikan kewajibanMu Tuham, apa Engkau masih mendengarkan permintaanku Tuhan? Dan apakah aku masih pantas untuk mendapatkannya Tuhan?
Tuhan.. hanya kepadaMulah aku serahkan semua urusanku, semoga aku bisa berlaku bijak pada diriku sendiri, pada apa yang kini sedang aku rasakan, dan pada semuanya Tuhan, Amin….
Pare in love
            18 agustus 2011
Pukul 22:58
Teruntuk semua muslimah seiman dan seperjuangan yang tengah merasakan apa yang kini aku tulis.
Terinspirasi oleh sebuah novel yang berjudul “Jalan Pulang” karya “Aguk Irawan”, saat acara RAB (Rumah Anak Bangsa) dengan tema “Bedah Buku Jalan Pulang” oleh “Aguk Irawan” di BEC (Basic English Course) Pare, pada hari minggu, 14-agustus-2011, pukul 15:30
Ternyata “Majnun” bukan hanya sebuah dongeng fenomenal yang terjadi beberapa abad yang lalu, yang aku kira hanya dongeng pengantar tidur saat tengah dilanda kasmaran, ternyata “Majnun” masih saja berlaku pada siapa saja, karna memang pada dasarnya Cinta tak pernah memandang kelamin, usia, status atau apaun itu namanya, Cinta bisa saja datang sesukanya, bahkan sampai detik inipun dia bisa saja sudah ada didepan kita. Jadi jangan mendaftarkan diri kita sendiri untuk menjadi korban sebuah sebutan “Majnun” selanjutnya, hanya dikarnakan kita sudah tak lagi menggunakan otak kita dalam menyikapi dan memaknai arti cinta tersebut.

Tulisanku Buat Pacar Temanku


Waktu itu aku inget betul, saat pertama kalinya aku disuruh temenku buat sebuah kata-kata atau puisi, atau apalah pastinya nama yang pas buat coretanku itu, yang akan diberikan buat cowoknya yang kebetulan lagi ulang tahun, disitu aku menyanggupinya, tapi dengan syarat dia mau minjamin komputernya, karna saat itu aku masih belum punya si kecil (notebook), dan aku berdalih “kalau nanti aku nulis dengan tangan, yang ada aku capek, lagian sekalian kalau nulis dikomputer lebih enak, kan nggak usah pake’ nyalin lagi, ntar selesai nulis bisa langsung di cetak” begitulah seingat aku kurang lebih dalih yang aku sampaikan kepada temenku saat itu.
Temenku hanya manggut-manggut menyanggupi permintaanku, sepulang sekolah, setelah aku makan siang dan sholat, aku langsung mendatangi rumahnya sesuai janjiku, sesampainya dirumahnya, ia mempersilahkan aku untuk memakai komputernya dan menulis sebuah kata-kata atau ucapan apalah yang pantas buat cowoknya yang akan ulang tahun.
Disitulah pertama kalinya aku menjadi bingung sendiri, aku nggak punya ide apapun yang ingin aku tuangkan dilembaran yang kosong itu, setiap kali aku menulis beberapa huruf, aku selalu mendeletenya terus, hingga beberapa kali, dan sempet aku melirik temanku juga yang duduk disampingku terlihat mulai gerah dan kesal menunggu tulisanku.
Selain ide yang menjadi masalah utamanya, aku juga masih kikuk memijat-mijat tiap huruf keyboard yang masih belum aku kenal, karna hurufnya juga yang tak berurutan, sehingga sukses membuat aku gelagapan mencari tiap-tiap huruf abjad yang tertera disana, dan karna itu jugalah seringkali aku kehilangan ide untuk mencari kata-kata yang akan aku rangkai.
Ternyata aku baru sadar bahwa sudah satu jam aku duduk berhadapan didepan computer, dan apa yang sudah aku tulis? Hanya lembaran kertas komputerlah yang masih bersih tak bertuliskan kata-kata seperti apa yang aku harapkan, sedikit kecewa dan kesal juga aku merasakannya, sempet terbesit rasa putus asa dan berniat untuk meminta maaf kepada temanku, bahwa aku tak bisa mengabulkan apa yang dia minta, dan ingin secepatnya pulang untuk mengistirahatkan tubuh ini.
Tapi seketika niat itu aku urungkan, dan aku masih berusaha berfikir keras untuk merangkaikan kata-demi kata yang ternyata sudah bisa aku tulis, aku paksakan hatiku untuk merangkaikannya, meskipun sejujurnya rangkaian kata itu bukanlah rangkaian kata yang sedang aku rasakan, dan bukan pula aku persembahkan pada orang yang akan menerima rangkaian kata itu, aku masih tetap bekerja keras untuk merangkaikan kata-demi kata, membayangkan bahwa tulisan itu adalah ungkapan perasaan yang sedang aku rasakan dan akan aku persembahkan pada seseorang yang aku tuju (meskipun aku sendiri sebenarnya tidak tahu akan aku berikan kepada siapa coretan itu) hee hee hee aku jadi tertawa geli mengenang saat-saat itu.
Setelah cukup lama aku paksakan diriku untuk menyelesaikan coretan tersebut, akhirnya coretan tersebut selesai dan siap untuk dicetak, sungguh perasaan bahagia luar biasa aku rasakan memenuhi hatiku, sempet tak percaya juga ternyata aku bisa menyelesaikannya, dan aku meminta temanku untuk mencetaknya dua lembar, karna aku ingin menyimpan kertas itu sebagai hasil karya pertamaku, meskipun itu akan diakui tulisan temanku dihadapan cowoknya, tapi aku tak peduli, yang pasti aku merasa senang dengan hasil yang sudah aku buat sendiri dengan buah hasil ide cerita sendiri juga.
Sekarang tulisan itu masih tersimpan rapi diantara lembaran-lembaran coretanku yang lain, mungkin someday aku kan posting di blog ini, karna coretannya ada dirumah, karna aku sekarang lagi ada di pare, so aku nggak bisa postingin juga.
Ehm… aku jadi berfikir kalau mereka akan berjodoh dan hidup bersama, ternyata kenyataannya tak seperti yang aku fikirkan, kini temanku sudah menikah dengan lelaki yang aku tak seberapa kenal siapa dia sebenarnya, dan buat cowok yang pernah menerima coretan hasil karyaku juga tak pernah aku tahu kabar tentangnya sampai saat ini.
Yah… itulah yang namanya jodoh, meskipun kita menyayangi seseorang dan sudah kita kenal jauh dengannya, bahkan ada juga yang pacaran selama bertahun-tahun, itu bukanlah jaminan bahwa kita dapat berjodoh dengannya.
Oiya coretan terakhir sebelum aku akhiri tulisan ini, aku sempet bertanya sama temanku, “gimana soal coretan itu? Dan apa komentar yang diberikan cowokmu setelah membacanya?” Dia bilang bahwa tulisannya bagus dan sedikit mellow juga, sampai sempet dia menitikkan air matanya.
Sontak aku kaget, dan berkata “Hah… sampai segitunya ya? Cengeng banget” hee hee hee. Dan sampai sekarang aku rasa tuh cowok belom tahu kalau ternyata coretan itu bukanlah hasil karya mantan ceweknya sendiri, tapi hasil karyaku, gimana ya kalau dia sampai tahu? Dan kalaupun tahu, apa urusanku juga yak? Lagian mungkin dia juga udah buang kertasnya, mungkin dia sakit hati ditinggal nikah ceweknya dengan cowok yang lain. Atau kalaupun dia masih menyimpannya juga dia udah nggak peduli lagi soal siap penulis sebenarnya. Haa haa haa…

Pare, August, 17th 2011
Pukul, 13:23

Bocoran Tentang aQu...


Ehm.. ehm.. kali ini pengen nulis apa’an yak? (berpikir cepat!) aha… dapet juga ternyata ide ceritanya, sekarang lagi pengen cerita orang rumah deh, maksudnya keluarga aku, tapi mungkin lebih tepatnya gimana sih aku kalau lagi dirumah, coba tebak yak! Hee hee hee
Berawal dari latar belakang aku.
Aku yang berlatar belakang dari keluar biasa-biasa saja, tidak kaya juga tidak bisa dibilang kekurangan juga dalam hal perekonomian, tapi lebih tepatnya dari keluarga yang berkecukupan, karna suatu hari orang tuaku juga pernah bilang kalau beliau berdua tidak ingin menjadi orang yang kaya, juga tidak ingin pula menjadi orang miskin (siapa juga yang pengen, apa lagi dijaman edan seperti sekarang ini, apapun akan dilakukan demi mendapatkan sejumlah rupiah, buat orang yang sudah tak berfikir jernih lagi, maka tak ada takaran halal dan tidak halal dalam mendapatkan sejumlah rupiah tersebut), mereka hanya ingin menjadi orang yang berkecukupan, cukup untuk makan, cukup untuk hidup, cukup untuk segala yang diinginkannya, pokonya serba cukup deh, (dalam hal yang positif ya!)
Well, kehidupan sehari-haripun tak berbeda dengan yang lain, kalau melihat dari bentuk rumah, rumahku tidak bisa dibilang kecil, karna mampu menampung lima orang didalamnya, ada kedua orang tua, adik, aku dan kakak (tapi sekarang kakak sudah ngikut suaminya, jadi tinggal berempat doank)  kita tak merasa panas dikala siang, tak merasa dingin dikala malam, juga tak pernah kehujanan dikala hujan deras meluncur dari langit meskipun diiringi dengan suara petir yang menggelegar dan kilat yang menyambar-nyambar plus angin yang kenceng, (bukan ukuran angin topan, puting beliung dan kawan-kawannya yak!), dan kalaupun dibilang gede’pun juga enggak, karna kalau keluarga lagi ngadain hajatan ataupun acara sederhana, hanya bisa menampung orang tak lebih dari duapuluh orang saja yang disertai dengan barang-barang hajatan yang berantakan disetiap sudut rumah. (bener nggak yak? Nggak tau juga sih, Abisnya aku nggak pernah ngitungin noh! Hee hee hee)
Kalau dilihat dari penampilan juga kita yang nggak terlalu berlebihan dalam berdandan, biasa-biasa aja, kita lebih suka berpenampilan sederhana apa adanya, dan yang pasti kita akan menyesuaikan penampilan kita dengan moment-moment tertentu, karna nggak mungkin juga kita menghadiri acara resmi dengan berdandan ala kadarnya, dan menghadiri acara nyantai dengan berdandan yang terlalu mewah. Tidaks!
Selanjutnya tentang keseharian, Alhamdulillah aku dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang cukup keras dalam hal agama, dan lingkungan yang masih manut dengan kyai-kyai sekitar, karna kebetulan di desa aku yang tepatnya bernama “Desa Suci” mempunyai dua pondok pesantren yang cukup ternama tidak hanya dijawa tapi juga diluar jawa, kedua pondok itu bernama “Mamba’us Sholihin” dan “Darut Taqwa” dan beberapa pondok pesantren kecil cabang dari salah satu pondok tersebut, jadi suasana santripun masih terasa kental sekali disekitar lingkunganku.
Meskipun hanya bundaku saja yang pernah mengenyam bangku pesantren, sedangkan ayahku tidak pernah, tapi kalau bicara soal agama, ternyata beliau tak kalah rajinnya dengan bunda, apalagi kalau membahas soal sholat, wuidiyh… nggak ada ampun dah buat alasan menundanya, meskipun nunda beberapa menit doank, terutama kalau sholat subuh tuh, waktu dimana lagi pulas-pulasnya tidur dan malas-malasnya buat bangun, beliau berdua bakalan bangunin aku sampai sebangun-bangunnya, dan sesadar-sadarnya, bahkan tak jarang juga beliau bakalan nungguin aku sampai berangkat kekamar mandi (tuh ketahuan deh malasnya! Hee hee hee)
Karna bundaku orang yang ulet, yah bisa aku bilang sih kalau beliau adalah orang yang kreatif, jadi ada aja hal-hal yang dikerjakan dirumah, beliau bukan hanya seorang ibu rumah tangga yang kerjaannya Cuma nonton sinetron dan ngrumpi sono-sini, tapi beliau juga membantu ayahku dalam hal ekonomi, sekali lagi aku bilang kalau aku bukan dari keluarga yang kaya, juga bukan dari keluarga yang miskin, tapi lebih tepatnya dari keluarga yang berkecukupan, jadi kalaupun kita hanya berharap melangsungkan hidup kita sehari-hari hanya dari keringat ayah doank, itu nggak mungkin cukup, jadi disini ibuku yang turun tangan untuk membantu masalah ekonomi keluarga kita.
Seringkali ibu dapet pesenan roti dan beberapa kue-kue kecil untuk beberapa acara, baik acara formal maupun acara non formal, dan diluar sana bisa dibilang jajanan kecil itu sudah familiar ditelinga masyarakat sekitar.
Dan ini ni yang paling buat aku jadi gelagapan buat ngejawab kalau ada salah seorang teman ataupun siapa saja yang tahu aku kalau ibuku biasanya menerima pesanan jajanan kecil, kemudian bertanya “apa aja tuh bahannya buat roti ini?” dengan cengar-cengir seperti tanpa dosa aku hanya bilang “nggak tahu” hee hee hee dan disitu mereka terlihat kaget dan sekali lagi melontarkan komentar yang tak pernah aku minta, dan  dengan ekspresi serta nada seolah-olah tak percaya “lah kok bisa lho? Lawong ibunya biasanya buat roti gitu kok nggak tahu bahannya apa aja? Kelihatan tuh kalo’ nggak pernah bantuin yak?” seloroh mereka sekenanya, dan dengan entengnya aku akan bilang “emang iyya” dan ekspresi itu terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya, maka sebelum mereka melontarkan kata-kata selanjutnya, maka aku kan mendahuluinya sebagai pembelaan diriku, “ya kalo’ bantuin ya bantuin lah! Tega banget orang tua lagi repot kagak bantuin, cuma mungkin bantuin ngaduk adonannya doank, nggak tahu berapa banyak takarannya, apalagi bahan-bahannya, dan kalo’pun aku yang nuangin takarannya, yang ada ibuku malah kesel, abisnya aku nanya-nanya melulu, kayak “apa aja bahannya?” (Padahal bahannya udah siap didepan semua), kemudian berapa banyak yang kudu dituangin dan bla.. bla.. bla.. hee hee hee, jadi tugasku Cuma’ ngaduk adonannya doank kalo’ semua bahan udah siap buat diaduk, kalo’ nggak gitu aku bantuin bungkus jajanan-jajanan tersebut, tuh pekerjaan yang paling aku suka, soalnya nggak perlu kotor-kotor kena’ adonan yang belum matang” hee hee hee
Dari sini aku nyadar kalo’ ternyata aku nggak suka masak lho! Hee hee hee, pernah juga suatu kali ibu lagi pergi ke suatu kota dan dirumah tinggal aku dan ayah, sebelum berangkat kerja ayah bilang ke aku, kalau ntar suruh masak nasi doank nggak pake’ lauknya, biar ntar lauknya beli diluar, alhasil emang dasar akunya yang nggak mau masak atau emang bener-bener nggak bisa, sepulangnya ayah kerja, beliau kaget bukan kepalang kalau ternyata magicjar masih tetap utuh bersih tanpa berisi nasi, kemudian dengan nada agak bingung ayahku bertanya padaku “lho kok magicjarnya masih kosong? Nasinya mana? Lupa kalo’ tadi ayah nyuruh buat masak nasi?” dengan cengengesan sok polos aku bilang “nggak bisa” hee hee hee sontak ayahku kaget campur marah “masak nasi doank nggak bisa?” seperti biasa aksiku kalo’ lagi dimarahin bakalan kabur, kalo’ nggak gitu juga ngambek, tuh jurus paling ampuh buat menghentikan aksi marah kedua orang tuaku, hee hee hee
Sepulangnya kerumah ternyata nasi sudah mengepul didalam magicjar, dalam hati aku bersorak kegirangan, hee hee hee. “Pasti ayah ni yang masak” tebakku dalam hati, dan memang benar ayah yang masak, pasalnya ayah ngaduin ulahku ke bunda ketika bunda udah pulang kerumah, dan akhirnya akupun kena omelan deh, tapi emang dasarnya aku aja yang nggak peduli, jadi ya udah dicuekkin aja.
Itu cerita beberapa tahun yang lalu, dan kini aku sudah beranjak semakin dewasa dan “memasak itu adalah tuntutan kita buat kaum hawa, meskipun sebenernya aku sendiri juga nggak suka masak”. Begitulah ucap temanku suatu kali saat kita lagi di acara curhat dalam kamar story 1. Dan disitu aku jadi berfikir kembali, “iyya yak. Kita emang dituntut buat bisa masak, ya udah deh besok mau belajar masak” selorohku cuek pada temanku.
Btw… udah dulu yak sekian tentang aku, someday lanjut lagi dengan kisah yang lain. Makaci udah nyempetin baca, syukur-syukur ninggalin comentnya. (berharap dapet kritikan dan masukan) Hee hee hee

Pare, August, 16th 2011
23:18

Senin, 15 Agustus 2011

Coretan Rahasiaku


 Coretan rahasiaku…
Disini aku akan bocorin rahasia terbesarku tentang kecintaanku pada  membaca dan menulis, yang sebenarnya tidak seperti yang temen-temen ketahui tentangnya.
Kecintaanku pada yang namanya membaca, membuat aku selalu haus akan buku-buku bacaan yang ada disekitarku, baik berupa novel, cerpen, Koran, majalah, artikel atau apapun itu bentuk bacaannya, aku akan melalapnya tanpa ampun, tapi jangan salah ya.. ternyata hobi membacaku masih labil, dan sebenarnya masih jauh dari yang namanya “Hobi”, jadi terkadang aku bingung juga sih ketika aku ditanya sama seseorang “Apa hobimu?” maka aku akan menjawab dengan spontan “Menulis dan membaca?” dan merekapun balik bertanya “Oh ya? Berarti udah punya’ banyak hasil tulisan donk ya?”

Dan disitu aku jadi berfikir kembali, emang kalau kita mempunyai hobi “Membaca dan Menulis” itu berarti kita kudu punya’ tulisan-tulisan hasil karya kita sendiri ya?” dan belum sempet aku menjawab pertanyaan mereka, mereka sudah menodong aku dengan berbagai pertanyaan selanjutnya tanpa permisi.
“Suka baca apa’an? Novel? Komik? Majalah? Koran? Artikel atau yang lain?” dan dengan santai akupun menjawabnya “Aku suka banget baca novel” “Novel apa? Ehm.. udah pernah baca novel yang judulnya ini nggak? Atau udah pernah baca novel yang itu? Paling favorit novel karangannya siapa? De el el…”
Mungkin dari sekian banyak pertanyaan mereka hanya sebagian saja yang akan aku jawab, bahkan tak jarang juga aku hanya terdiam dan tersenyum mendengar berbagai pertanyaan mereka untuk menutupi kebingunganku, terkadang aku juga akan menjawabnya dengan antusias dan gaya sok tauku dengan berbagai todongan pertanyaan mereka, untuk membuat mereka mengakui akan hobiku, sehingga tak jarang juga mereka hanya manggut-manggut mendengar jawabanku dan mau tak mau mereka juga kudu ngakui kalau pengetahuanku soal dunia baca lebih dari mereka (padahal kalo’ boleh jujur juga nggak bener-bener tau’ juga sih… Hee hee hee)
Ini masih pertanyaan biasa menurut aku, ada hal luar biasa yang terkadang tidak pernah bisa aku tebak sebelumnya yang masih ada hubungannya dengan Hobiku ini, tak jarang todongan pertanyaan-pertanyaan mereka sering kali menohokku, sehingga aku kudu menelan ludah dan berfikir cepat untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan mereka, salah satu dari pertanyaan-pertanyaan mereka tersebut adalah “Bagaimana caranya agar bisa menulis?” ini memang pertanyaan simple dan tanpa berfikir panjangpun sebenarnya aku bisa menjawabnya, aku bisa saja menjawab pertanyaan mereka dengan bilang “Ya udah nulis aja! Masa’ nulis doank nggak bisa sih?” kalau aku menjawab seperti itu, berarti sudah bisa ditebak kalau mereka tidak akan puas dengan jawaban yang sudah aku berikan, yang ada mereka malah menodong dengan berbagai pertanyaan dengan mimic serius dan merasa diremehkan, padahal aku sendiri juga tidak bermaksud demikian, justru kalau mereka bertanya seperti itu, harusnya aku yang malah tertawa geli mendengar pertanyaan simple mereka.
So…  dengan cepat aku akan menjawab pertanyaan mereka “ehm… tulis aja apapun itu bentuk tulisannya tiap hari, setidaknya paling sedikit nulis satu lembar kertas tiap hari”, menulis memang seperti hal yang sangat mudah dilakukan, tapi kenyataannya tak seperti yang difikirkan, karna dalam menulis kita harus mempunyai suatu bahan yang bisa kita tumpahkan dan rasakan saat itu juga dalam hati dan fikiran kita, ya.. bisa dibilang itu adalah “Ide cerita” yang ingin kita tuangkan dalam tulisan kita, karna tidak mudah juga menemukan “Ide cerita” yang kita mau saat itu juga, karna kita tidak menginginkan hasil coretan sekedar coretan tanpa kesan. (itu menurut aku lho! Nggak tahu tuh menurut kalian kayak apa? Hee hee hee)
Sehingga  tak jarang terkadang mereka akan tertawa geli dengan jawabanku dan menyeletuk dengan pertanyaan yang menurut mereka lucu “nulis apaan? Nulis diary? Hari ini aku sedang begini dan bla… bla… bla…” mereka akan bertingkah seolah-olah petanyaan itu adalah pertanyaan yang lucu dan tidak logis, maka disini aku akan tersenyum dan mengikuti alur suasana mereka, dan aku akan menjawab dengan nyantai tapi mungkin cukup membuat kaget mereka, karna aku bisa menangkap dari mimic wajah mereka kalau ternyata aku sepakat dengan celetukkan mereka.
“iyya… tulis aja apapun itu bentuk tulisannya, mungkin tulisan itu berawal dari lingkungan sekitar kita, aktifitas kita sehari-hari, atau apalah itu namanya, karna buat aku pribadi yang masih bisa dibilang “Penulis Pemula” masih sulit banget menulis sesuatu yang belum pernah aku alami sebelumnya, atau bisa dibilang “Tulisan hayalan tingkat tinggi” aku masih belum bisa, tapi kalau aku menulis tentang apapun itu yang ada disekitar aku, maka aku bisa mengimajinasikannya, bahkan aku bisa mengungkapkannya lewat kata-kata yang bisa dibilang “Lebay”, meskipun sebenarnya hal tersebut adalah sesuatu yang sangat sepele, tapi karna aku mengungkapin sesuatu itu dengan kata-kata yang tidak biasa, dan mengungkapkannya benar-benar dengan hati dan memberinya sedikit emosi didalamnya, jadi hasilnya tidak sesepele fakta kejadiannya dan akupun terkadang diajak terbuai dengan mengimajinasi sesuatu itu lewat kata-kata yang aku buat sendiri.”
Dari sini aku akan bersorak kegirangan dalam hati, karna mereka sudah mulai tertarik dengan topic pertanyaan mereka dan akupun sudah bisa menebak pertanyaan selanjutnya yang akan mereka lontarkan, dengan santai aku akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang mereka tanyakan dan sesekali aku membuat yakin mereka bahwa menulis itu mengasyikkan bahkan tak jarang juga aku memberi semangat kepada mereka untuk mau menulis, apapun itu bentuk tulisannya, karna aku sendiri juga masih belum bisa menghasilkan tulisan yang “Great” dan bisa ku perlihatkan buat mereka.
Setelah percakapan kecil itu usai, ada sebagian dari mereka yang dengan antusias meminta hasil karangan tulisan tanganku, aku sendiri tak tahu, mungkin mereka sudah percaya dan yakin akan kemampuan menulis aku, sehingga aku hanya bilang “iya.. insyaallah” dengan senyuman getir dan kurang meyakinkan.
Dan sesampainya dirumah, aku jadi berpikir keras dan membuka teman kesayanganku “Notebook” untuk memulai menulis apapun yang sedang aku fikirkan saat itu, tapi karna suasana hati dengan fikiran yang tidak menyatu dan berlawanan, sehingga tak jarang hanya lembaran kosong dan kekecewaan yang aku paksakanlah yang akan aku persembahkan buat aku sendiri, sehingga aku harus memaksa dengan lemas untuk menutup kembali teman kecilku itu.
Dari sini aku jadi berfikir dengan segala jawaban yang aku berikan kepada temanku tadi, dengan mudahnya aku mengatakan dan menjawab berbagai pertanyaan mereka, seolah-olah semuanya itu mudah banget untuk aku lakukan, dan seakan-akan aku adalah penulis”Hebat” yang sudah mempunyai jam terbang tinggi, sehingga dengan mudahnya menemukan “Ide ceita” yang aku rasakan saat itu, dan dengan hitungan detik aku sudah bisa menyajikan tulisanku kepada mereka, tapi ternyata itu tidak semudah apa yang sudah aku katakan pada mereka.
Dan sekali lagi aku tak pernah menyesal dengan apa yang sudah aku katakana pada mereka, karna terkadang dengan mengingat pertemuan singkat dengan mereka, semangat menulisku tiba-tiba tumbuh, setelah sekian lamanya redup tak bertuan, meskipun dengan agak dipaksakan juga sih, tapi yang pasti dari semuanya itu aku jadi berfikir dan mengulang rekaman tentang dahsyatnya manfaat menulis yang aku rasakan sekarang, dan biasanya aku akan membuka dan membaca kembali berbagai coretan-coretan kecilku, tak jarang juga aku akan diajak untuk tertawa geli membaca tiap bait demi bait coretan kecilku beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun yang lalu.
So… buat teman-teman yang punya’ kecintaan yang sama denganku, semangat ya! Suatu hari nanti kalian akan tersenyum bangga dengan coretan polos karya kalian semua, sebelum kalian benar-benar akan dibuat bangga dengan coretan kalian yang sebenarnya, karna coretan polos itulah yang lebih jujur dibandingkan coretan yang sudah terimidasi dengan berbagai konflik yang berkelanjutan (nah lho…??? Apa hubungannya ya? Hee hee hee) maaf penulis sudah ngantuk nii… jadi sudah agak kehilangan kesadaran untuk menulis kata selanjutnya, jadi mohon maklum. Hee hee hee
Sampai sini dulu yah buat Coretan rahasiaku yang udah aku bongkar ke temen-temen, semoga bermanfaat. Amiiiinnn….
TiiIIIIittTTTtttTt……………….. zZZzzzZZzzZZZzzzzz……………. (sepi….)
Pare, Sunday, August 14th 2011
23:56

Markonah Vs Marshanda


     singkat cerita…
     Dulu ada salah satu murid kelas X-6 yang waktu diceramahin ama Bu Risna, eeehhh… dia malah asyik main-mainan sendiri, Sebenernya sih dia nggak lagi mainan, dia tuh lagi dengerin ceramahnya Bu Risna, cuma' dia kagak ngeliat ke arah Bu Risna, ato’ lebih tepatnya menatap matanya Bu Risna dan memberikan perhatian kepada Bu Risna,  jadi, kesan yang didapet Bu Risna tuh kayaknya tuh murid ngeremehin beliau.
    Ya udah, mata melotot, tangan dipinggang, plus kepala di dongakkan ( Wow… bisa dibayangin kagak, gimana cantiknya tuh guru saat dipotret? Ups........ salah! maksudnya gimana seremnya penampilan Bu Risna saat action seperti itu? hii......... hii......... hii....... J  Dasar! Murid sableng!!!)
     Dengan suara lantang mengisi satu ruang kelas X-6, beliau bicara
     " Eh....... Kamu siapa? "
     Tuh murid malah tolah-toleh, kanan-kiri, depan-belakang, kayak kagak punya' dosa (hee... hee... hee.. J)
     "Iyya kamu tuh yang tolah-toleh, emang kamu nyari' siapa? Nama kamu siapa? "
     "E......... E........ E…..... E......... Anu....... Anu....... Bu.......... "
     "A.... E.... A.... E.... Anu.... Anu.... Bu.... Kalo' njawab yang bener! yang tegas kayak Bu Risna gini lho!” Nada suaranya semakin meninggi.
     Dengan kepala tertunduk dan suara pelan, tuh muridpun menjawab
     " Markonah Bu."
     Matanya yang sedari tadi melotot, kini bener bener mau' copot, tangan yang diletakkan dipinggang, kini tambah dirapatkan, dan kepala yang didongakkan tadi, bertambah dongak dua kali lipat.(WAW..!!!! Pasti Kerreeeeen banget kan tuh guru? Ups...!! Sory, Ralat! SereEEeeEEmMMmm.......... aTuuUUuuuUuTttTTtt) WkWkWk J
     "HAH..!! SIAPA? MARSHANDA? Sejak kapan Lu nebeng nama beken? Lawong tampang pas-pasan gitu lho! dengan pede-nya kamu bilang kalo' namamu marshanda"
     Kini suasana kelas berubah menjadi gemuruh tawa murid-murid dengan silih berganti."WkWkWkWkWk..... J"saking asyiknya mereka ketawa’-ketiwi’, sampe'-sampe' suara belakang ngikutan nimbrung ketawa’ juga. “DuuUUuuUuUuTtTttTTt” (Olaalaa…!!!  Hii... Hii... hii.... J)
     “DIAAAAAAAMMMMMMMMMM............. APANYA YANG LUCU? HAH????”
     "Ups…!!!" Kini murid-murid satu kelaspun serempak buat tutup mulut, kayak ada bunyi terompet saat upacara bendera di tipi-tipi tuh lho…!!!
     (WHAT....???? Terompet? kagak salah tuh? padahal suara cewek itukan aurat, iyya nggak sih? IiiIIiiIIiIiYyYYyyHhhHHh… Bener-bener keren tuh guru bisa ngambil nada setinggi terompet. WkWkWkWkWK….J)
     " Markonah Bu, bukan Marshanda !” jawab tuh murid dengan suara gemetar dan agak keras.
     "Ooo........ Markonah toh! Kirain marshanda! Balasnya dengan wajah merah padam karna malu dan dengan suara agak merendah.
     " tadi Bu Risna bilang apa saja?" tanya balik Bu Risna buat nutupin rasa malunya.
     " (1) waktu pelajaran Bu Risna, maksimal ada toleransi bolos 2x, (2) harus bisa menerangkan pelajaran Bu Risna kepada teman-teman, dan (3) harus sudah faham dengan pelajaran yang akan disampaikan oleh Bu Risna, sebelum Bu Risna masuk kelas "jawab markonah dengan lancar dan diiringi sungai kecil di kedua pipinya. Hiks..... Hiks..... Hiks..... L
     " Kamu kagak tau ya markonah, siapa Bu Risna? Bu Risna adalah salah satu guru yang paling ditakutin ama murid murid disini, Bu Risna maklum sama kamu, soalnya kamu masih tergolong murid baru, jadi Bu Risna hanya ngeluarin kemarahan Bu Risna 25% aja"
     “HAH.....” itu cuma' 25%? gimana yang 30%, 50%, 70% atau bahkan 100%? bener bener bisa pecah gendang telingaku, SUMPAH...!!!
     “Olaa laa… Bu risna, Bu Risna, bangga banget sih jadi guru yang paling killer di sekolah nie, kalo’ sendirinya gitu, gimana ada cowok yang mampir mo’ jadi suaminya? Jangankan mo’ jadi suaminya, mo’ kenalan aja kayaknya tuh para cowok ogah-ogahan dah buat deketin.
     Pantesan tuh guru nyampe’ sekarang kagak nikah-nikah, cowok mana juga yang mo’ jadi suaminya? Pada ada yang minat kah? Kalo’ ada hubungin nomor nie yaa J 085645450618. (Xiii… Xiii… Xiii… J) Good Luck J
                                                   -----------SELESAI------------
Gresik, 14 April 2010
By: It’s Naen

Sabtu, 13 Agustus 2011

Cinta itu tlah datang

Entah sejak kapan perasaan itu tumbuh indah dalam hatiku
begitu mekar tak bermula
harumnya semerbak begitu mewangi
bagai bungah nan segar tesiram banyu nan bening

Aku tak berani menatapnya
Aku tak berani memandangnya
Dan aku tak berani melihatnya

Meskipun hati kecil menginginkannya
Hati kecil memaksanya
Hati kecil mengharapkannya
Dan hati kecil membujuknya

Tapi sungguh sulit sekali mata ini menatap
Seorang yang tengah ada dihadapkanku
Seorang yang teristimewahkah dia buat aku?
Seorang yang benar-benar untuk saat ini tlah merebut perhatianku

Dan ketika mata ini aku paksakan untuk melihatnya
Dia memandangku….
Ada getaran-getaran aneh yang aku rasakan
Dalam hati aku mencoba untuk menetralisirkan perasaan ini

Tapi… semakin aku memandangnya
Semakin tak karuan perasaan ini
Melihat senyumnya semakin membuat peasaan ini bergetar hebat
Melihat senyumnya sungguh sangat memikat
Melihat senyumnya benar-benar tak ingin jauh darinya

Dan aku benar-benar menikmati semuanya
Aku buru-buru tarsadar
siapa dia dan siapa aku?
aku tak boleh jatuh terlalu dalam
kedalam jurang tak jelas yang masih mengambang
yang malah akan membuat aku sakit
ketika aku benar-benar bangun dari imajinasi ini

Pare, Wednesday, 03 agustus 2011
23:43

Abi.. Abi.. Aku masih ingat Alif, Ba, Ta, Tsa...

     bismillahirrahmaanirrahiim
     mungkin ada sebagian teman teman yang sudah pernah membaca cerita ini, tak apalah yaa kita membacanya lagi.
     buat aku pribadi tak bosan bosannya aku membaca cerita ini:)
     semoga bisa membawa berkah:)
     amiiiiiiiin:)


     Kisah Hidup Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy


     Suatu petang, di Tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.
Setiap tahanan penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika ‘algojo penjara’ itu melintasi di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu ‘boot keras’ milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.

     “Hai…hentikan suara jelekmu! Hentikan…!” Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata.
Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu’nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.

     Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyundut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib… Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan.

     Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana ‘abduka… Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, “Bersabarlah wahai ustaz…Insya Allah tempatmu di Syurga.”

     Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, ‘algojo penjara’ itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerembab di lantai.

     “Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu,  aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan ‘suara-suara’ yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf dan masuk agama kami.”

     Mendengar “khutbah” itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, “Sungguh…aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh.”

     Sejurus saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah ‘buku kecil’. Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

     “Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!” bentak Roberto.
     “Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!”ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto.
Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah.

     Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan ‘algojo penjara’ itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.
Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya berang. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

     “Ah…seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini.”
Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan “aneh” dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.

     Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.

     Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekacauan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia.
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

     Seorang anak- anak laki-laki lucu dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah lucu itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sambil menggayuti abinya. Sang anak itu berkata dengan suara parau, “Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa….? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi…”

     Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, “Abi…Abi…Abi…” Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kemarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

     “Hai…siapa kamu?!” jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati bocah tersebut. “Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi…” jawabnya memohon belas kasih. “Hah…siapa namamu bocah, coba ulangi!” bentak salah seorang dari mereka. “Saya Ahmad Izzah…” dia kembali menjawab dengan agak kasar.

     Tiba-tiba “Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. “Hai bocah…! Wajahmu tampan tapi namamu bodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang ‘Adolf Roberto’…Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!” ancam laki-laki itu.”

     Bocah itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitikkan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

     Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat perut laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah ‘tanda hitam’ ia berteriak histeria, “Abi…Abi…Abi…” Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai ‘tanda hitam’ pada bagian pusat perut.

     Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, “Abi… aku masih ingat alif, ba, ta, tsa…” Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

     Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. “Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu…” Terdengar suara Roberto meminta belas.

     Sang ustaz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

     Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap. “Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,”

     Setelah selesai berpesan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah “Asyahadu anla Illaahailla llah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah…’. Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.

     Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim Ulama di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, ‘Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya…”   Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

     Benarlah firman Allah…
     “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. 30:30)


Syaikh Al-Islam Turki yang terakhir yaitu As-Syeikh Mustafa Al-Basri telah menegaskan dalam bukunya...
Selkularisma yang memisahkan ajaran agama dengan kehidupan dunia merupakan jalan paling mudah untuk menjadi murtad

Dari ; Al - Manahill

I Miss U mom...

     (saat usia 4 tahun)
 
     "Azam..... Ibu udah nggak kuat lagi nak! Ibu mau' pergi, Azam jangan nakal ya! yang nurut sama ayah! "
     " Ibu mau' pergi kemana? "
     Ibu hanya tersenyum lembut sambil memejamkan matanya, dan menarik nafas panjang.aku masih menunggu ibu, menunggu jawaban yang sama sekali tak kumengerti.
     " Ibu bangun........ Ibu bangun dong! jangan tidur terus........... Azam mau' ikut ibu pergi, Azam pengen nemenin ibu,Azam pengen bareng sama ibu terus "
     Aku berusaha membangunkan ibu dengan menggoyang-goyang tubuh kurusnya, tetapi ibu masih tertidur, sampai akhirnya aku kesal sama ibu dan memutuskan untuk pergi keluar dari kamar ibu.
     " Ibu jahat....!!!! Ibu udah nggak sayang lagi sama Azam......." Hiks...... Hiks...... Hiks.......

      -----------0000000000-----------

     " Laailaahaillallah...... Laailaahaillallah...... "
     sayup-sayup ku dengar suara ramai mengisi ruang-ruang disetiap sudut rumahku, hingga menarik perhatianku untuk beranjak dari tempat tidurku.
     Tiba-tiba langkahku terhenti saat ku lihat orang-orang yang memakai busana serba hitam memenuhi setiap ruangan dalam rumahku, sambil membaca sesuatu yang tak ku mengerti dan tak ku fahami.
Dalam hati aku bertanya-tanya " Ada apa ini? "dan masih dalam kebingungan, perhatianku tertuju pada sebuah peti besar, yang dibalut dengan kain hijau, yang berada ditengah-tengah mereka, " Apa isi peti itu? "

      ----------00000000000--------------

     Kini aku mengerti tentang semua kejadian 15 tahun yang lalu, dimana saat itu aku menyaksikan detik-detik terakhir  Ibu dijemput malaikat maut, Saat semua orang yang berbusana serba hitam mengisi semua ruangan dalam rumahku, dan sampai akhirnya prosesi pemakaman ibu ke liang lahat.

     Semuanya benar-benar masih terekam dengan jelas dalam memory ingatanku.
Aku berharap kejadian 15 tahun yang lalu itu hanyalah imajinasiku, hayalanku, atau bahkan mimpi buruk bagiku.Tapi......... Saat aku terbangun dari imajinasi, hayalan dan mimpi burukku, aku tersadar bahwa semua itu memeng benar-benar kenyataan.

     Ya...... Kenyataan pahit yang harus aku terima, kenyataan yang aku rasa sangat tak adil bagiku.Disaat teman-teman bahagia bersama ayah dan ibu mereka, aku malah terasing sendirian.
Ayah yang aku miliki sebagai satu-satunya orang tua yang aku harapkan bisa menjadi penawar rindu bersama ibu, nyatanya juga hanya mimpi.

     Entahlah...!!! masihkah aku mencintai dan menyayangi ayah? atau bahkan aku sudah muak dan membencinya?Kalaupun ada istilah anak durhaka, apa ada juga istilah ayah durhaka?
Semuanya berawal saat satu tahun setelah ibu meninggal, Ayah memutuskan untuk menikah lagi. Dan saat itu juga ayah tak membawaku hidup bahagia bersama keluarga barunya, dia malah membuangku ke panti asuhan.

     Disaat itu aku benar-benar sedih, marah dan kecewa kepada ayah, hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan hidup dijalanan.Semenjak itu aku mulai berteman dengan dengan minum-minuman keras, obat-obatan terlarang dan seks bebas.Semunya aku lakukan sebagai pelampiasan atas kesepian hidupku tanpa orang tua.

     Aku sadar bahwa yang aku lakukan ini salah, tapi aku melakukan ini juga untuk memberitahukan kepada ayah, supaya dia tahu, didikan apa yang sudah dia berikan kepadaku, dengan membiarkanku untuk tetap hidup seperti ini, bukan malah mengajakku untuk tinggal bersamanya.
Aku berharap suatu saat nanti aku bisa mengakhiri kehidupan terlarang ini, dan bisa hidup bahagia seperti halnya kebahagiaan teman-teman lain yang aku inginkan.

     Dan buat ibu, slalu terlantun do'a untukmu, slalu berharap akan pertemuan yang indah bersamamu dan slalu merindukan untuk bermanja dalam pelukan hangatmu.
I Luv U Mom........

     ----------000000000-------------

     Gresik, 26 Oktober 2010

     Teruntuk sahabatku Azzam (Nama disamarkan)
     Yang slalu merindu Bunda...

I Miss U... (Dad)


     14 tahun yang lalu

     '' ibu ayah ria kemana sih? kok nggak pernah pulang kerumah? '' tanya seorang gadis kecil itu dengan lugunya
     '' ayah ria sekarang lagi di arab saudi sana sayang , ayah ria kan lagi kerja, nyari' uang buat jajannya ria '' jawab wanita yang di panggil " Ibu " oleh seorang gadis kecil itu dengan penuh kehati-hatian

     ------@@@@------

     saat wisuda SD

     '' aku benci sama ayah...!!! '' teriak ku dalam hati
tanpa aku sadari, ada butiran butiran air hangat mengalir  di pipi ku
     '' ria sa.......... '' suara ibu menggantung saat melihat ku sesenggukan
     '' ria kenapa sayang? kok nangis? ''
     '' Ibu, ayah mana? ayah kok nggak dateng dateng sih dari arab saudi? liat tuh temen-teman ria ! mereka semua datengnya sama ayah dan ibu mereka, cuma' ria doank yang datengnya nggak sama ayah ria '' rengek ku
     tiba tiba tangisan ibu pun pecah, ibu memeluk tubuh ku dengan penuh kehangatan dan penuh penyesalan
     '' Ibu, jawab pertanyaan ria ! ibu nggak boleh bohong sama ria, udah lama lho ayah nggak pernah pulang ke rumah, apa ayah udah nggak sayang lagi ama kita berdua ya bu? ''
     '' mungkin sekarang sudah saatnya sayang, kamu tahu yang sebenarnya terjadi, kamu udah gede' dan ibu juga nggak bisa bohong sama ria terus...''
     dengan sepontan ku lepaskan pelukan ibu, dan ku tatap  kedua mata ibu dalam dalam
     '' maksud ibu apa? ibu bohongin ria apa? ''
     '' ria dengerin ibu! ibu mau cerita semua tentang ayah ria yang sebenarnya ''
ku lihat ibu menarik nafas dalam dalam, dan dengan suara parau, ibupun mulai bercerita
     '' ayah ria sebenarnya sudah ninggalin ibu saat ibu sedang hamil ria  4 bulan, ayah ria marah saat tahu bahwa bahwa janin yang dikandung ibu berjenis kelamin perempuan, ayah ria maunya bayi laki-laki, biar bisa ngelanjutin bisnis keluarganya, ibu sudah  berusaha menjelaskan ke ayah ria, kalau mungkin suatu saat nanti Allah ngasi' bayi laki laki ke kita, tapi ayah ria tetep saja keukeh pengen bayi  laki laki.
sejak saat itu, ayah ria nggak pernah lagi pulang ke rumah, ibu sudah nyari nyari ayah ria dirumah saudara saudaranya, tapi ayah ria nggak ada, hingga suatu  hari ayah ria pulang kerumah dengan membawa surat cerai, saat itu hati ibu sakit sekali sayang, berhari hari, berminggu minggu, bahkan berbulan bulan ayah ria nggak pernah pulang ke rumah, sekalinya pulang kerumah, dia malah membawa surat cerai. dan saat itu juga, ibu melampiaskan sakit hati ibu dengan membakar semua foto foto ayah mu nak! sampai nggak ada satu foto pun yang tersisa.''

     ma'afin ibu ya sayang, selama ini ibu berbohong sama ria, ibu harap ria ngerti kenapa selama ini ibu nggak pernah cerita yang sebenarnya kepada ria, ibu nggak pengen ria sedih, karna ayah ria sudah ninggalin kita berdua sayang''

      -----@@@@-----

      3 tahun sudah aku menetap di pondok " Ar-Rahmah" ini.
terbesit sebuah harapan kalau ayah akan menjenguk ku di pondok ini, datang dihadapan ku, dan memeluk ku, tapi sepertinya harapan ku sia sia, meskipun kini aku sudah jauh dari ibu, ayah masih tetap tidak datang menemuiku.
mungkinkah ayah memang benar benar membenci ku? dan apa dia memang tidak mempunyai sedikitpun rasa rindu kepada ku? Entahlah! yang pasti aku bener bener kangen ayah.

     '' Ria........ kalo' di pondok nggak boleh males malesan, harus rajin dan giat belajar ya nak! biar besok ria bisa jadi anak yang sukses, kalo' ria  besok sudah sukses, ibu yakin sayang, kalo' ayah ria bakalan nyariin ria, ria nggak usah nyari nyari ayah ria, karena suatu saat nanti, ayah ria bakalan datang ke ria ''
 nasihat ibu 3 tahun yang lalu masih menggaung jelas didalam memory ingatan ku,
diatas sajadah lusuh dan dalam balutan mukenah yang warnanya tak lagi bisa dibilang putih, aku mengadukan segala kerinduan hati ku pada SAng Pencipta Alam ini.

     '' Ya Robby.... 17 tahun sudah ria belum pernah sama sekali melihat wajah ayah, meskipun rasa sakit di hati ini masih tersisa, tapi kerinduan ria lebih menyesakkan dada, ria pengen ketemu ayah Ya robb.... ria pengen memeluk ayah, meskipun hanya dalam mimpi, ria pengen harapan itu terpenuhi, amin........''
mungkinkah suatu saat nanti ria akan bertemu ayah? Wallahu 'A'lam.......

     -----@@@@@-----

cerita ini aku persembahkan buat sahabat ku, ria (nama disamarkan )
yang selama membuka matanya di dunia ini belum pernah sama sekali melihat wajah ayahnya.
semoga ria besok bisa bertemu dengan ayah, melepas rindu saat bersama, amin.......

sSSssSSttTtTTtt

       Tuhan…
       aku tak tahu dengan apa yang kini aku rasakan, dan aku juga tak tahu apa yang harus aku lakukan, haruskah aku senang dan bersyukur dengan adanya perasaan ini? atau aku harus takut dan waspada dengan perasaan ini?

       Tuhan…
       aku tak tahu sejak kapan perasaan ini tumbuh indah semerbak dalam hati ini, karna aku sendiri tak pernah mengundangnya datang dalam hatiku, jangankan mengundangnya, mengharapkan dan memimpikannya saja aku tak pernah berani, entah kenapa sebegitu takutnya aku dengan perasaan ini, tapi yang pasti sekarang hanya kebingungan, kebimbangan dan ketakutanlah yang hanya ku rasakan.

        Tuhan…
        aku bingung dengan perasaan ini, semakin aku mengenalnya semakin aku berat meninggalkan tempat ini, semakin dia memberi perhatian yang lebih, semakin aku merasa disayang dan dikasihi, kasih sayang yang sudah lama tak pernah lagi aku rasakan, bahkan aku muak dengan perasaan itu, setelah kekecewaan sangat pahit harus aku telan mentah-mentah, dan semakin aku membayangkannya dalam imajinasi alam bebasku, semakin aku ingin memilikinya.

       Tuhan…
       aku bimbang, apakah yang aku rasakan ini tengah ia rasakan juga? Atau hanya aku sendirilah yang merasa sombong dengan menaruh perhatian lebih padanya akan perasaan yang kini aku rasakan?
aku begitu percaya diri dengan perasaan ini, Tuhan…

       Tuhan…
       aku juga takut, aku takut akan segala hal yang tak aku inginkan akan datang tiba-tiba menghancurkan segala imajinasi singkat ini, imajinasi yang jarang aku dapatkan dan aku rasakan, entah karena aku selalu memungkiri dengan segala perasaan seperti ini, atau aku hanya mencoba untuk membekukan hati aku setelah sekian lama aku menyimpan rapat rasa sakit hati dan kecewaku pada seseorang yang aku anggap akan aku miliki selamanya dan seseorang yang akan membahagiakan aku kelak.

      Tuhan…
      kini aku harus jujur pada perasaanku sendiri, kalau aku mencintai dia Tuhan, aku menyayanginya Tuhan, aku ingin selalu dekat dengannya Tuhan, dan aku ingin memilikinya Tuhan, apa semua yang aku pinta berlebihan 

       Tuhan?
       setelah sekian lama aku membekukan dan slalu menepis segala perasaan semacam ini, apa untuk saat ini aku tak boleh merasakannya Tuhan?

       Tuhan…
       aku mencintainya karna Engkau, aku tak tahu kenapa aku berani bilang seperti itu, dan kalaupun boleh jujur Tuhan, dia bukanlah orang yang aku inginkan, bukan pula tipe lelaki yang aku idamkan, tapi aku juga tak tahu kenapa aku begitu menyayanginya Tuhan.
mungkin karna kesederhanaan yang slalu dia tampilkanlah yang mambuat aku terpukau padanya dan kecerdasan yang dia miliki serta kerja kerasnya yang memaksaku untuk mengaguminya.

       Tuhan…
       tak tahu kenapa aku tak pernah bosan bercerita tentangnya, aku tak pernah bosan mengaguminya dan aku juga tak pernah bosan mengakui kehebatan prestasinya, aku slalu tersenyum sendiri ketika ku mengingatnya, mengingat tingkah lucunya dan senyumannya. Sungguh begitu indahnya semua itu.

       Tuhan…
       kalaupun memang dia bukan orang yang Engkau ciptakan untukku, maka segera sirnakanlah perasaan ini dari hatiku Tuhan, jangan Engkau menyiksaku lebih lama lagi dengan perasaan ini Tuhan, aku takut tak kuat iman, yang hanya karna perasaan ini akan membuat aku menjadi gila Tuhan, gila karna cinta semu dan cinta yang sesat yang tak pernah mendatangkan manfaat.

       Tapi Tuhan…
       jika dia memang tercipta untukku, maka jangan persulit kebersamaan kita, dan mudahkanlah segalanya selagi itu mendatangkan manfaat buat kita berdua dan menghindari fitnah yang tak kita inginkan.

Pare, Saturday, August, 13th 2011
23:29

sSsssSSsttTttTt.....
komersial break....
bocoran nii.. coretan buat tambahan cerpen..
hee hee hee :)

About Me

Foto Saya
Ismiy Isnaynie
Saya akan terlihat cuek dan pendiam saat pertama bertemu. Tapi untuk selanjutnya? Tergantung anda ^_^
Lihat profil lengkapku