topbella

Minggu, 22 Januari 2012

Menulis

  
   Entah sejak kapan kata-kata “Menulis” tersemat didalam fikiranku. Tak pernah aku rencanakan dalam masa kanak-kanakku untuk menjadi seorang “Penulis”. Malah menjadi seorang Polisi lah mimpi masa kecilku.
Aku tak pernah menyadari akan kemampuan menulisku. Bahkan, untuk menuliskan satu puisi saja aku harus menguras otakku untuk bisa menemukan kata-kata indah dan harus bolak-balik membaca puisi-puisi kakakku yang ia tulis disebuah buku lusuh serta dekil. Yang mungkin lebih pantas aku katakan sebagai buku coretan.

Puisi? Yah.. andai kalian tahu bahwa menulis puisi adalah salah satu kebencianku dalam menulis. Karena bagiku, menulis puisi bukan hanya meletakkan pena diatas kertas putih, tapi aku harus bekerja keras menyesuaikan antara isi puisi itu dengan perasaanku.

Kebanyakan puisi-puisi yang telah ditulis kakakku itu semuanya bertemakan “Cinta”. Sedangkan aku sendiri merasa belum pernah merasakan lima huruf yang terangkai menjadi “Cinta” itu, yang ternyata bisa menjadikan semua orang itu sebagai seorang “Pujangga”

Kalian tahu, bahwa menulis satu puisi buatku dalam waktu sehari saja belum tentu bisa selesai. Bahkan tak jarang aku selalu meninggalkan puisi-puisi itu terhenti ditengah jalan. Tak tahu apa maksud aku menuliskannya, bahkan terkadang aku pun dibuat bingung oleh puisi-puisiku yang telah aku tulis sendiri. Bingung dengan maksudnya dan pastinya bingung dengan teruntuk siapa puisi itu.

Itu kesulitan terhebatku dalam menulis puisi. Kini giliran kesulitanku dalam menulis cerpen. “Haduh… Kalian bisa bayangkan sendiri kan? Menulis puisi yang hanya selembar saja aku tak sanggup. Apalagi aku harus menulis cerpen”

Yah.. itu adalah kesulitanku selanjutnya dalam dunia tulis menulis. Ada banyak sekali tulisan-tulisanku yang aku klaim sebagai “Cerpen atau pun Novel”, tapi seperti kasus diawal tadi dalam menulis puisi. Menulis cerpen ataupun novel pun tak kalah sulitnya. Dan pastinya hampir semuanya tak bisa aku selesaikan. Selalu saja berhenti ditengah jalan.

Ada banyak ide-ide cerita yang mampir dadakan dipertengahan cerita sehingga harus membelokkan cerita-cerita inti yang sudah aku rencanakan. Dan karena ide-ide cerita dadakan itulah yang membuatku tak pernah bisa menyelesaikan satu hasil karya cerpenku.

Hingga ada saatnya setelah aku membaca satu cerpen temanku yang tidak bisa aku bilang bahwa cerpen itu adalah cerpen jelek. Maka  aku benar-benar bertekad untuk HARUS BISA menyelesaikan satu cerpen terbaik yang sudah aku rancang dengan bagus. Bahkan melebihi bagusnya cerpen teman saya yang telah sukses membuatku iri sekaligus mencoba untuk berkarya. Dan pastinya aku tak ingin membuat kecewa teman-temanku yang akan membaca calon cerpen pertamaku dengan menyusung tema nonfiksi tanpa ending.

Yah, seperti tekad kuatku untuk bisa menulis satu cerpen terbaikku untuk pertama kalinya. Ada beberapa komentar yang membuatku melejit sedikit semangat dan berbangga  atas proyek cerpen pertamaku.  Dan setelah proyek itu berhasil. Dengan cepat aku segera melupakannya. Hingga ada saatnya aku dipertemukan oleh salah satu penulis sukses asal Indonesia yang bernama Leyla Imtichanah atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Mbak Leyla.

Saat itu aku dipertemukan dengan mbak Leyla disebuah salah satu situs jejaring social facebook. Untuk pertama kalinya aku bisa berkomunikasi langsung dengan salah satu orang terkenal yang ada di Indonesia ini. meski hanya di alam maya. Bisa kalian bayangkan bukan? bagaimana perasaanku saat itu? Tak bisa aku gambarkan bagaimana bahagianya aku saat itu. Tapi yang pasti aku benar-benar merasa sangat-sangat bahagia sekali.

Semangat menulisku tak pernah aku akui. Karena aku sendiri tak pernah bercita-cita ataupun bermimpi untuk menjadi seorang punulis. Hanya saja saat itu aku mempunyai satu karya cerpen yang pernah aku publikasikan dan aku klaim sebagai cerpen terbaikku. Sehingga keberanian untuk bertanya lebih lanjut dan lebih mendetail soal dunia tulis menulis kepada mbak Leyla pun tak bisa terbendung lagi. Apalagi respon hangat yang beliau balas. Membuat aku tak pernah mau absen untuk membuka akun facebookku dan tertinggal statusnya mbak Leyla.

Semangat menulis itu pun membakarku lagi. Kini bukan hanya karena aku dipertemukan dengan mbak Leyla saja. Tapi aku juga dipertemukan dengan salah satu kakak kelasku yang juga mempunyai hobi yang sama dengan mbak Leyla. Bahkan perkenalan kita lebih dulu dibandingkan dengan kenal mbak Leyla. Meski konteksnya sama-sama kenal dari dunia maya (hee hee hee)

Berjalan beberapa lamanya komunikasi yang sangat menguntungkan menurutku. Hingga aku diingatkan lagi tentang cerpen terbaikku yang pernah aku posting di akun catatan facebookku. Aku terfikir untuk memposting lagi cerpen itu dan aku ingin menunjukkannya kepada mbak Leyla beserta kakak kelasku tadi. Optimis mendapatkan pujian pun tak bisa aku bendung lagi. Hingga saat cerpen itu sudah terposting dan terbaca oleh beberapa teman yang mempunyai hobi menulis. Komentar pujian pun tak bisa terbendung. Banyak sekali pujian-pujian yang teralamatkan buatku atas hasil karya cerpen tersebut. Meski ada juga kritikan serta motivasi lebih untuk bisa lebih melebarkan sayap semangat dalam dunia tulis menulis dan menghasilkannya yang lebih baik lagi. Pujian-pujian itu sedikit membuatku lebih bersemangat lagi serta berbangga diri.

Dan ada beberapa karya yang bisa aku hasilkan setelah karya cerpen terbaikku itu. Bahkan tanpa aku sadari, ternyata aku bisa menulis sebuah puisi! Puisi yang dulu aku klaim sebagai tulisan yang sangat menyulitkanku untuk berkreasi, ternyata bisa aku selesaikan tidak lebih dari duapuluh empat jam!
Tapi, seiring berjalannya waktu, semangat menulis ku ternyata yang masih labil. Banyak sekali waktu yang terbuang dengan sia-sia. Semangat-semangat menulis itu tak pernah lagi datang. Kalaupun datang, itu hanya sekedar mampir tanpa membiarkanku untuk bisa berkarya lagi.

Hingga semangat itu tumbuh lagi saat aku berhijrah ke Pare. Disana aku tak hanya dipertemukan dengan satu penulis seperti mbak Leyla saja. Melainkan aku dipertemukan oleh beberapa penulis seperti mbak Leyla. Bahkan dengan semangatnya aku memberitahukan kepada mereka tentang perkenalanku dengan mbak Leyla. Dan dengan gaya seperti penulis aktif. Tak jarang aku selalu menjawab tiap pertanyaan mereka untuk bisa tetap menjadi penulis aktif.

Semangat menulisku masih sama seperti dulu. Masih labil. Kadang bersemangat untuk menulis, dan tak jarang juga malasnya (hee hee hee). Sehingga aku memutuskan untuk membuat blog yang aku isi dengan tulisa-tulisan pengalamanku dan curahan hatiku saat itu.

Satu, dua, tiga tulisan yang terposting saat itu. Aku berbangga menunjukkannya kepada teman-temanku bahwa aku mempunyai tempat untuk berkreasi menulis. Tapi itu hanya sebentar. Aku tak lagi bisa menulis dengan semangat seperti pertama kalinya aku mempunyai blog itu. Karena aktifitas yang menuntut aku untuk tidak terlalu sering berada dilayar notebookku. Sehingga blog yang pernah membuatku bangga pun telah terlupakan sejenak.

Kini aku sudah bisa menghasilakan beberapa tulisan curhatku dan puisi-puisi yang sempat membuatku pernah membencinya. Meski tak jarang tulisan-tulisan itu muncul karena diam-diam aku telah mempunyai Secret Reader atau pembaca rahasia yang telah setia membaca tulisan-tulisanku dan yang selalu menunggu tulisan-tulisanku selanjutnya (hee hee hee).

Saat ini blog ku jarang aku isi dengan tulisan-tulisan baru. Karena kesibukanku sendiri yang baru aku sadari bahwa ternyata aku bisa kok menjadi seorang punulis. Meski sampai detik ini aku masih belum bisa menghasilkan satu tulisan pun yang bisa aku muat dalam sebuah buku. Tapi setidaknya mimpi untuk menjadi penulis itu sekarang ingin aku kembangkan, dan aku belajar untuk selalu aktif menulis cerita-cerita pendek atau pun novel. Sehingga untuk menulis sebuah puisi atau sekedar coretan hati jarang ku posting lagi.

Hanya memohon do’a kepada semua yang telah menyempatkan waktunya beberapa menit untuk membaca catatan kecilku ini, agar mimpi-mimpiku untuk bisa menjadi seorang penulis bisa tercapai. Amin ~.~
Sekian.

Gresik, 22 January 2012
Pukul 23:55

Tulisan ini ku persembahkan kepada orang
yang selalu menyemangatiku untuk terus berkarya.
Terima kasih.
I love u ~.~

Selasa, 10 Januari 2012

10 Januari 2011

10 januari 2011
Tau kah kalian? Bahwa dihari itu dan di tanggal itu adalah awal saya menulis sejarah baru saya, sejarah baru yang selama ini hanya dalam imajinasi saya, yang hanya saya mimpi kan saja. Bahkan saya merasa bahwa sepertinya saya tidak akan pernah mendapatkan mimpi itu.
Tapi… kenyataannya? Saya mendapatkannya, saya dapat meraih mimpi dan cita-cita saya. Disaat itu saya masih merasa tak sadarkan diri. Bukan saya pingsan. Bukan! tapi saya merasa ini hanya mimpi. Sekedar mimpi yang biasa hadir dalam tidur saya.
Sekali lagi saya cubit tubuhku. “Ukh. Sakit” Saya nyengir senang. saya benar-benar tak dalam mimpi. saya benar-benar berada dalam alam nyata. Yah! Kini saatnya saya akan melangkah menjadi orang sukses. Dan tak mungkin saya mengecewakan orang tua saya. Itulah janji saya saat itu.
Apa kalian mau tahu, apa mimpi itu?
Mimpi itu hanya mimpi sederhana. Yaitu “Pare”. Yup! saya hanya ingin belajar di pare. Belajar bahasa inggris yang sudah banyak di dengung-dengungkan oleh orang-orang sekitar saya. Tidak hanya satu atau dua. Bahkan sudah puluhan orang yang pernah saya jumpai dan juga pernah mampir untuk sekedar menghabiskan waktu liburan atau memang benar-benar ingin belajar bahasa inggris, meski Cuma satu atau dua bulan saja. Mereka semua mengatakan kalau pare adalah tempat yang sangat tepat sekali untuk belajar bahasa inggris.
Saat itu saya begitu senang, tapi sedikit hawatir. Tau kah kalian apa yang sedang saya hawatirkan saat itu? Saya hawatir karena di tempat baru itu saya tidak punya teman yang saya kenali. Teman yang mengurusi segala fasilitas dan tempat belajar saya ternyata tidak tinggal bersama saya. Ia tinggal jauh dari saya. Saya hanya bisa sekedar kirim sms atau telfon dia. Tak bisa bersama-sama dengannya.
Malam pertama saya tinggal di Pare, adalah malam yang sangat menyenangkan. Karena entahlah. Kalian mungkin berfikir bahwa aku terlalu naïf. Tapi terserah kalianlah. Mau bicara apa saja. Aku berfikir bahwa inilah malam yang menjadi saksi kesuksesanku nanti. Disinalah tempat awal saja menuju kesuksesan. Banyak mimpi yang kini aku rencanakan. Saking banyaknya aku tak bisa menuliskannya satu persatu mimpi-mimpi itu.
Aku tertidur dengan berkali-kali membuka mata. Karena memang saya tak bisa tidur dengan pulas. Lebih tepatnya, saya masih belum terbiasa dengan tempat ini. Mungkin butuh waktu yang tidak sebentar untuk beradaptasi disini. Tapi aku berharap bahwa proses adaptasi itu bisa datang secepatnya. Sehingga saya bisa membiasakan diri saya sendiri untuk cepat bisa mengenali lingkungan sekitar saya saat ini.
Oh iya, saya hampir lupa memperkenalkan tempat tinggal baru saya di pare saat itu. Saya tinggal di S’tory. Kepanjangannya sih katanya “Smart Dormitory” entahlah saya sendiri tak tahu Smart itu apa. Tapi teman saya bilang kepada saya bahwa “Smart” adalah lembaga kursusan yang akan saya tempati. Maksudnya saya akan belajar bahasa inggris disana. Saya hanya manggut-manggut saya menuruti apa saja yang di ucapkan oleh teman saya. Seakan-akan mengerti apa yang ia katakana.
Saat ia bertanya saya ingin belajar dimana, program apa yang saya ambil dan saya akan tinggal dimana. Saya hanya menjawab simple “Terserah kamu” karena saya sendiri tak mengenal seluk beluk pare sebelumnya. Yang saya tahu hanyalah “Belajar bahasa inggris di pare” just it. No more. Hee hee hee ~kerren kan~
Dan tibalah di tanggal 10 January 2011. Hari pertama saya masuk kelas baru saya untuk belajar bahasa inggris.
Kebelutan saya belum mendaftar program yang akan saya ambil. Saya hanya diberi tahu bahwa saya akan mengikuti kelas “Speaking dan Pronounciation” apa itu speaking? Dan apa juga itu pronounciation? Saya tak tahu. Yang saya tahu hanya “Saya belajar bahasa inggris” yaa… mungkin ke dua program itu adalah program belajar bahasa inggris.
Hari pertama saya datang pagi-pagi pukul enam. Tapi tahu kah kalian? Office saat itu cukup ramai. Banyak sekali yang mendaftar. Saya masih mengantri dengan dua teman saya. Saya melihat sekitar saya, tak ada satu orang pun yang saya kenali disana kecuali dua teman saya yang sudah duluan datang ke pare.
Saya tak begitu tertarik dengan suasana disana. Karena melihat kondisi tempat yang digunakan untuk belajar pun tak membuat saya bernafsu untuk belajar. Tapi kembali lagi ketika saya mengingat kedua orang tua saya. Sekali lagi semangat dan cita-cita kesuksesan itu tumbuh kembali.
Cukup lama dan saya memaksakan diri untuk masuk ke office untuk mendaftarkan diri. Maka saya pun mendapatkan dua formulir untuk dua program. Dan untuk kedua teman saya tadi yang berangkat bersama-sama dengan saya. Mereka tak seberuntung saya. Karena ternyata bangku kosong yang tersedia saat itu tinggal satu. Sedangkan teman saya ada dua. Mereka tak mau pisah antara yang keduanya. Sehingga mereka memutuskan untuk tak mengambilnya. Sehingga tak ada satu diantara mereka yang mendapatkan bangku kosong tersebut.
Saya mengisi formulir tersebut dan membayar administrasi yang tertera. Dan setelah selesai. Saya bertanya pada officer yang saat itu berjaga. “Dimana kelasnya?” dan dengan baik hati sang Officer tersebut pun mengantarkan saya ke kelas saya. Sesaat dia meninggalkan saya, saya hanya bisa celinguk kanan kiri ketakutan. Karena memang tak ada satu pun diantara sekian banyak murid-murid yang ada disana yang saya kenal. Dan setelah beberapa saat. Officer tersebutpun kembali dengan membawakan satu tempet duduk buat saya.
Tahukah kalian apa yang sedang saya rasakan saat itu? Saya benar-benar takut tingkat langit. Keringat dingin pun mengucur deras di seluruh tubuh saya dan badan pun seolah tak mau kompromi untuk menenangkan saya. Ia malah ikut-ikutan gemetar menambah perasaan was-was dan takut pada diri saya.
Saya sungguh sungguh saaaaangaaaaaaaaaaaaaaaaaatttttttttttttt takuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuutttttttttttttttttttttt sekali. Entahlah bagaimana saya harus bercerita kepada kalian untuk menggambarkan perasaan takut saya yang entahlah. Mungkin belum pernah saya alami saat itu.
Dan ketika saya memperhatikan sekitar saya. Banyak sekali hal-hal yang di luar dugaan saya. Yang pertama, tempat belajar saya bukanlah di gedung mewah. Meski tak mewah, setidaknya disaat hujan tak kehujanan. Karena tempat belajar saya saat itu jauh sekali dari gambaran imajinasi saya.
Saya belajar dibawah tikar plastic yang lumayan membantu menghalangi dari terik sinar matahari. Lebih kerennya saya belajar di “Out door”. Bahkan yang lebih mengenaskan, ada juga yang belajar diatas tanah kotor yang hanya beralaskan karpet. (apalagi saat melihat murid-murid dan tutornya yang sama-sama mengenaskan. Hee hee hee. Ups! Just kidding)  Dan yang ke dua, tak ada seragam, sepatu dan atribut lainnya yang biasa digunakan dalam poses belajar mengajar dalam suatu lembaga pembelajaran. Dan yang ketiga, hari pertama yang tak lazim seperti biasanya.
Maksud saya, perkenalan yang begitu mendetail. Tidak hanya menyebutkan nama, alamat dan pendidikan terahir saja, melainkan juga bertanya tentang motivasi memilih belajar disana dan harapan untuk tutor (pengajar) yang menjadi teman belajar nanti.
Kemudian yang terahir. Ternyata teman-teman saya tak seumuran dengan saya. Banyak dari mereka yang ternyata suda lulus S1. Saya hanya melihat diri saya yang hanya lulusan “Madrasah Aliyah” saja. Maka ketakutan dan perasaan minder pun semakin merambah diri saya.
Mulut saya terasa keluh. Keberanian benar-benar tak ada sama sekali. Hanya perasaan minder dan takut yang saya rasakan saat itu. Tahukah kalian. Apa yang ingin saya lakukan saat itu? Kalau memang saya tak memakai logika saya. Maka, saya ingin sekali segera pulang dari tempat itu dan tak ingin kembali kesana untuk selamanya. Karena saya sama sekali tidak merasa cocok dengan metode pembelajaran yang ada disana. pun dengan lingkungannya.
Tapi meski demikian, saya tetap berusaha memaksakan diri saya untuk tetap bertahan disana. Hingga nama saya dipanggil oleh tutor (Pengajar) saat itu. Perasaan takut sudah tak bisa saya katakana lagi, bagaimana saya harus menggambarkan perasaan takut saya saat itu. Pokoknya saat itu saya benar-benar sangat sangat sangat takut sekali. Mulai dari lingkungan yang tidak nyaman, teman-teman yang sudah sangat-sangat jauh sekali diatas saya dan juga kemampuan saya dalam memperkenalkan diri dalam bahasa inggris “NOL” sama sekali tak bisa. Meski saya sedikit banyaknya bisa menterjemah apa yang ada biasanya dalam sebuah perkenalan. Tapi saat itu saya benar-benar takut. Sehingga suara saya pun terbawa oleh suara gaduh teman-teman lain yang ada disekitar saya (Karena saya sudah bilang bahwa saya belajar di out door. Bukan di in door)
Alhasil. Tutor saya pun hanya manggut-manggut saat saya memperkenalkan diri. Karena dia sama sekali tak mendengar apa yang sedang saya sampaikan saat itu. Ia baru tahu siapa saya saat saya menulis nama dan nomor hp saya di atas papan tulis.
Saat ditanya motifasi dan harapan untuk tutor, saya hanya menjawab asal. Karena yang saya inginkan saat itu hanyalah cepat-cepat kembali ke tempat duduk saya dan secepatnya pulang ke camp. Meski sebenarnya ingin sekali pulang ke rumah, karena sudah tak tahan lagi dengan suasana yang ada.
Dan semua pun berjalan dengan baik. Kelas pertama (kelas speaking) usai. Kini saya harus masuk ke kelas berikutnya, yaitu kelas pronounciation. Agak lama saya mencari kelasnya. Dan saya pun bolak-balik keluar-masuk office untuk menannyakan kelas yang akan saya masuki.
Setelah cukup lama. Ahirnya, saya pun menemukannya, dan kini suasananya agak berbeda, speertinya saya lebih nyaman berada di kelas ini dari pada di kelas yang tadi. Karena selain tempatnya yang meski kecil tapi setidaknya itu berada dalam sebuah ruangan. Bukan berada di tempat terbuka. Itu sih menurut saya sebagai tempat pertama untuk beradaptasi. Dan yang lebih nyamannya lagi. Karena disini. Saya tak harus memaksakan diri saya untuk berkenalan dengan berbahasa inggris seperti di kelas pertama.
Dan setelah semuanya selesai. saya pun kembali ke asrama. Saat itu persis di tanggal 10 January 2011 dan sekarang semuanya itu adalah sejarah terindah didalam hidup saya. Itulah awal pembentukan karakter saya. Itulah awal pembentukan pemikiran saya. Itulah awal saya menciptakan mimpi-mimpi saya dan itulah semuanya yang akan menjadi lembaran cerita saya, yang semoga tak hanya sebagai lembaran yang bila sudah lusuh tak bisa dibaca lagi.
Kini di tanggal yang sama, yakni di tanggal 10 January 2012, saya sudah tak lagi berada di pare. Semua mimpi-mimpi yang dulu saya rangkai. Saatnya untuk dicapai. Meski tindakan untuk mencapainya sangat-sangatlah masih tak seberapa sungguh-sungguh. Tapi saya berusaha membangunnya. Agar semua itu bukan hanya sebagai mimpi yang tak akan pernah bisa terpenuhi. saya pasti bisa mencapainya! Amiiin.
Gresik, 10 January 2012
Pukul 23:28

About Me

Foto Saya
Ismiy Isnaynie
Saya akan terlihat cuek dan pendiam saat pertama bertemu. Tapi untuk selanjutnya? Tergantung anda ^_^
Lihat profil lengkapku