Minggu, 08 Juli 2012
Hanya Kamu
Haruskah aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?
Kau tahu, bahwa kau begitu berharga bagiku?
Tapi aku masih percaya takdir
Aku tak pernah berharap bahwa suatu saat nanti kita akan berpisah
Tuhan, ini adalah do'aku selama ini
Selasa, 03 Juli 2012
Keputusan Salah Yang Tepat
Entah
keinginan apa yang mendorong aku untuk memainkan jari – jariku diatas keyboard
ini. Setalah beberapa bulan lamanya aku tak mengolah kata, bahkan ketika aku
mencoba mengolahnya kembali kata-kata itu tak bisa terangkai. Sempat berfikir
mungkin memang aku tidak diciptakan untuk menjadi seorang penulis seperti apa
yang aku impikan selama ini. Tapi semua fikiran itu aku hapus dan aku ganti
dengan keyakinan bahwa someday mimpi itu akan terwujud. Mungkin dari tulisan
inilah aku mencoba untuk memulainya.
Aku ingin bernostalgia setahun
silam. Tepatnya di awal bulan Januari 2011. Yah, Aku merasa telah membuat suatu
keputusan salah yang tepat (Nah lho?). Disaat itu aku memutuskan untuk
berhijrah dari Gresik ke Pare, Kediri, Jawa Timur. Niat yang mendasar
sebenarnya hanyalah ingin melarikan diri dan keluar dari penjara Gresik. Tapi di
sisi lain agar pelarian itu juga bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
diriku sendiri. Yakni keinginan untuk belajar Bahasa Inggris.
Karena selama ini aku sangat
penasaran dengan kunci belajar Bahasa Inggris yang bisa langsung practise
English Cas-Cis-Cus (Seperti apa yang digembor – gemborkan di luar sana, bahwa
tidaklah sulit dan lama belajar Bahasa Inggris di Pare yang terkenal denga nama
Kampung Inggris). Maka dari itu aku mengambil suatu keputusan salah yang tepat.
Yakni ingin membuktikan sendiri kemudahan dalam belajar Bahasa Inggris di Pare.
Setelah mendapatkan tempat tinggal
dan tempat untuk belajar. Minggu pertama aku merasakan bahwa hari – hari itu
sungguh sangat – sangat menyiksa. Beberapa alasan kenapa aku merasa tersiksa di
lingkungan yang sama sekali baru dan sangat asing bagiku, yakni yang pertama,
karena semua yang bertempat tinggal di asrama itu harus berbahasa inggris. Itu hal
yang sangat – sangat sulit buat aku, karena aku sama sekali belum pernah
berbicara, atau bahkan harus membiasakan berbicara dengan bahasa inggris. Sempat
sangat-sangat kesal sekali saat disetiap program semuanya berbicara bahasa
inggris tanpa ada yang berbaik hati untuk mau menterjemahkannya kedalam Bahasa
Indonesia. Bahkan aku merasa bahwa mereka membunuhku secara diam – diam, karena
ketika mereka bertanya kepadaku, aku hanya diam seribu bahasa. Aku hanya bisa
memandangi teman yang tengah duduk disampingku untuk barbaik hati
menterjemahkan apa yang mereka katakan padaku.
Sering kali air mata ini menetes
tanpa ada yang menyadari. Aku marah pada diriku sendiri dan aku juga merasa
menyesal dengan diriku sendiri. Marah karena kenapa aku tidak pernah mau serius
belajar ketika aku mempunyai banyak kesempatan selama berada di bangku sekolah,
sehingga saat aku baru menyadari akan kebodohanku sendiri. Dan merasa menyesal,
kenapa aku harus memilih keputusan ini. Apa keputusan ini bukannya malah
membuatku lebih buruk lagi? Karena terus – terusan menyalahkan diri sendiri dan
mengakui akan kebodohanku? Dan yang lebih parah lagi aku harus memaksa belajar
Bahasa yang aku benci selama ini.
Tapi entahlah, meski disetiap sisi
hatiku berontak dan mencaciku, dari dalam lubuk hati terdalam mengatakan bahwa “Aku
bisa. Dan aku pasti bisa seperti mereka yang bisa lancar berbicara Bahasa Inggris.
Mungkin jalan inilah yang harus aku tempuh untuk bisa seperti mereka”. Hingga aku
selalau memaksakan diri aku untuk selalu belajar, belajar dan terus belajar
tentang semua materi yang sudah aku dapatkan. Meski sungguh itu sangatlah sulit
buat aku. Banyak kata – kata asing yang harus aku hafal yang aku sendiri belum
tentu tau apa arti disetiap kata – kata yang aku hafal.
Tak jarang aku sering menangis
sembari terus tetap memegang dan menghafal semua kata – kata itu. Aku membencinya,
sangat – sangat membenci Bahasa Inggris itu. Tapi aku harus bisa. Mungkin dari
tekad itulah, aku mulai mengusap air mataku dan mengatakan pada diriku sendiri,
bahwa aku ingin menunjukkan pada orang tuaku, agar mereka tak kecewa telah
mempunyai anak sepertiku.
Jujur, meski aku sangat membenci
semua kegiatanku dari bangun tidur hingga tidur kembali yang tak pernah lepas
dari Bahasa Inggris, tapi “Ingatan kepada kedua orang tua” lah yang melunakkan
segala kebencianku. Aku hanya tak mau membuat orang tuaku kecewa untuk yang kedua
kalinya kepadaku setelah dulu aku tak mau lagi bertempat tinggal di sebuah
pondok pesantren. Aku berkata pada diriku sendiri “Inilah saatnya aku harus
menunjukkan kepada mereka, bahwa mereka tak akan pernah menyesal telah melahirkanku”.
Kata – kata itu yang terus menerus aku bakar dalam hatiku sendiri.
Hingga sebulan telah berlalu. Aku sudah
mulai membiasakan practice English dengan temanku, yang saat itu seumuran
denganku. Karena di dalam asrama itu hampir semuanya sudah lulus sarjana (S1),
mungkin hanya aku saja yang lulusan Madrasah Aliyah yang nekad berbaur dengan
mereka.
Hari berganti hari, minggu berganti
minggu, bahkan bulan berganti bulan. Ternyata tanpa aku sadari aku telah
menetap di Pare, Kediri, Jawa Timur. Tepatnya berada di Kampung Inggris, selama
sepuluh bulan. It was amazing place that I ever stayed. Aku tak akan pernah bisa
melupakan tempat bersejarah yang telah merubah segala mind set ku tentang
sebuah kesuksesan. Disana aku berani untuk bermimpi, bahkan aku mempunyai
sebuah kesempatan untuk menjadi sukses. Dan aku sangat percaya bahwa “semuanya
berawal dari mimpi” (Bondan and Fead Two Black)
Kenangan – kenangan air mata itu sangatlah
indah. Sekarang aku bisa merasakan semua kerja keras yang dulu sudah aku
lakukan. Sebuah paksaan untuk terus belajar dan belajar semua kata – kata asing
yang awalnya aku benci.
Alhamdulillah, meski mimpiku untuk
bisa membangun sebuah LBB Bahasa Inggris yang besar, murah dan Berkualitas
belum bisa tercapai, tapi setidaknya saat ini aku bisa memberikan sebagian ilmu
yang sudah aku dapatkan di Pare itu kepada saudara – saudaraku sendiri dan
teman – teman yang ingin belajar Bahasa Inggris denganku.
Mudah – mudahan mimpi itu segera
terwujud. Amin.
Dan sekarang aku mengatakan, bahwa keputusan untuk hijrah ke Pare adalah sebuah keputusan salah yang tepat. Maksundya keputusan salah di saat aku tinggal disana untuk yang pertama kalinya dan harus belajar sangat ekstra selama dua puluh empat jam, dan yang tepat untuk mendidikku hingga bisa aku rasakan dahsyatnya ilmu itu saat ini.
Dan sekarang aku mengatakan, bahwa keputusan untuk hijrah ke Pare adalah sebuah keputusan salah yang tepat. Maksundya keputusan salah di saat aku tinggal disana untuk yang pertama kalinya dan harus belajar sangat ekstra selama dua puluh empat jam, dan yang tepat untuk mendidikku hingga bisa aku rasakan dahsyatnya ilmu itu saat ini.
Gresik, 03 Juni 2012
Alhamdulillah, ahirnya aku bisa menyelesaikan
satu tulisan. Semoga kedepan bisa menulis beberapa tulisan lagi.
Next time aku ingin menuliskan
pengalaman – pengalaman lain yang tak kelah serunya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)