topbella

Minggu, 23 November 2014

Korban Pandangan Pertama

Terik matahari kian menuju puncaknya. Aku mempercepat gerakan tanganku untuk segera keluar kamar. Tak nyaman rasanya kalau teman-teman asrama menungguku. Karena bisa dipastikan, mereka tak akan berhenti mengunci mulutnya.
Ku buka pintu asrama pelan dan sedikit terkejut dengan pemandangan di depan asrama. Ada beberapa perempuan dari asrama sebelah yang tengah belajar bersama tutor lelaki yang baru aku lihat selama aku tinggal dan belajar di Pare, Kampung Inggris.
Tiga bulan yang lalu, tepatnya awal Januari 2011 aku memutuskan untuk pergi ke Pare, Kediri. Meminta persetujuan orang tua agar mereka merestui aku untuk jauh dari mereka. Meskipun sebenarnya alasan itu sama sekali tak benar. Aku hanya ingin
suasana yang baru dan aktifitas yang lebih menantang. Karena semenjak lulus SMA, aku sengaja tak melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. Aku beralasan bahwa kuliah hanya untuk ajang pamer titel. Tak ada kesungguhan belajar di sana. Pun, hanya akan menghabiskan uang orang tua. Maka keputusan untuk tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah keputusan yang terbaik menurutku. Setelah enam bulan tak beraktifitas, aku dilanda bosan hebat. Keinginan kuat untuk kuliah tiba-tiba datang begitu saja. Ku utarakan keinginanku untuk melanjutkan kuliah. Tapi ke dua orang tuaku memberikan keputusan yang bijaksana saat itu. karena tak mungkin aku bisa mendaftar ke perguruan tinggi yang aku inginkan. Maka untuk mempersiapkan diri, mereka menawarkanku untuk belajar Bahasa Inggris langsung di tempat yang didengung-dengungkan sebagai Kampung Inggris, Pare.
Aku masih tak melihat teman-teman asrama di sana. Maka aku mengambil duduk yang agak jauh dari mereka sembari mendengarkan semua penjelasan tutor yang duduk tepat di samping papan tulis itu. Sambil mendengarkan, sesekali aku menatap wajah tutor itu agak lama, dan Tersenyum jika tatapanku beradu dengannya.
Ada yang aneh dengan perasaanku. Aku tak tahu kenapa aku sangat penasaran dengan tutor yang baru aku lihat ini. Tiba-tiba saja aku menantang diriku sendiri dan tanpa sadar mengucapkan, “Andai dia bisa jadi..........”
Tepukan lembut di bahuku membuat kesadaranku pulih. Teman-teman asrama sudah berdiri di sampingku dan bersiap untuk berangkat ke pernikahan Mr. Kaka, salah satu tutor yang mengajar di SMART ILC, tempat aku belajar Bahasa Inggris selama ini.

*****

Enam minggu berlalu, semenjak pertemuan pertamaku dengan tutor yang mengajar di depan asramaku. Beberapa kali kita berdua saling bertegur sapa saat bertemu. Meskipun aku masih belum mengetahui siapa namanya. Tapi, senyumnya sudah menjadi isyarat bahwa dia tutor yang baik. Begitulah penilaianku untuk sementara.

*****

“Mbak, kamu kenal sama Mr. Smile?” Tanya Farida, teman sekelasku.
“Iya, tau orangnya. Cuma nggak begitu kenal sih. Kenapa?”
“Dia naksir kamu loh.” Mataku membulat dan menatapnya dengan pandangan menyelidik. Farida malah mengerling menggodaku.
“Kemarin, waktu kita satu ruangan sama dia, diam-diam dia mengagumi loh.”
“Maksud kamu?”
“Ya, kemarin waktu kamu melantunkan Nadzom Alfiyah saat aku berdebat dengan Mr. Syafii. Dia nggak percaya kalau ternyata di sini ada cewek yang lancar melantunkan Nadzom Alfiyah. Nah, semenjak itu dia mencari-cari tau tentang kamu.”
Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatiku. Wajahku terasa panas menahan malu. Teringat kembali saat pertama kali bertemu dengannya dan tiba-tiba mengucapkan keinginan anehku, “Andai dia bisa jadi...............” Apa benar aku korban pandangan pertama?
“Dia mau ketemu sama kamu. Gimana, mau nggak?”
Suara Farida membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum dan membuatnya semakin penasaran.


*****

Gresik, 05 Januari 2014
Based on true story

1 komentar :

Unknown mengatakan...

how are you?
boleh aku belajar dengan mu

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Ismiy Isnaynie
Saya akan terlihat cuek dan pendiam saat pertama bertemu. Tapi untuk selanjutnya? Tergantung anda ^_^
Lihat profil lengkapku