topbella

Senin, 16 Desember 2013

Resensi Novel "Ping A Message From Borneo"



Judul Buku                : Ping A Message From Borneo
Penulis                       : Riawani Elyta & Shabrina W.S.
Penerbit                     : Bentang Belia
Terbit                         : Cetakan I, Maret 2012
Tebal Buku                : x + 142 halaman
ISBN                          : 978-602-9397-17-8

Novel duet karya Riawani Elyta & Shabrina W.S yang memenangkan juara 1 “Lomba Novel 30 Hari 30 Buku Bentang Belia” ini benar-benar sarat akan pesan lingkungan. Menggabungkan dua penulis yang mempunyai karakter tulisan yang berbeda tentu bukanlah hal yang mudah. Seperti yang mereka tulis di Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih, bahwa keduanya tidak pernah saling bertemu. Hanya berkomunikasi lewat sosial media, mereka ingin menghasilkan karya yang mampu membuka mata para pembaca akan kepedulian lingkungan sekitar. Mengingat isu penyelamatan satwa langkah adalah masalah krusial yang berkaitan erat dengan pemanasan global, dan salah satunya dipicu oleh kelangkaaan hutan beserta habitatnya.

Di dalam novel ini, mereka berbagi tugas sesuai dengan “pakem” masing-masing. Riawani Elyta di bagian fiksinya, dan Shabrina W.S dibagian fabel yang ternyata mampu menyuguhkan cerita yang sangat layak untuk
dikonsumsi. Tidak heran jika novel ini ditetapkan sebagai Juara 1.

@@@@@

Novel ini bercerita tentang Molly, gadis pecinta binatang-binatang langka tingkat akut. Ia mengiyakan tawaran Nick, sahabatnya yang ia kenal saat mengunjungi LSM Gerakan Penyelamatan Satwa Langkah (GPSL), yang sekarang tengah kuliah di program Wildlife Conservation University of Chester. Saat ini Nick mengadakan riset tentang hewan-hewan langkah yang ada di Indonesia yang ternyata baru disadari banyak dari hewan-hewan tersebut belum tersentuh konservasi. Maka tak heran jika ajakan Nick ke Borneo disambut gembira oleh Molly.

Tiba di Bandara Sepinggan, Molly dijemput oleh Archie, sahabat SMA yang dulu sangat dekat dengannya. Yang juga seorang anak dari pengusaha kelapa sawit. Tidak heran jika kedekatan mereka berdua sampai membuat semua teman SMA nya mengira bahwa mereka mempunyai kedekatan yang lebih dari seorang sahabat. Archie mengajak Molly untuk menginap di rumahnya, tapi Molly menolak dengan alasan dia ingin segera bertemu dengan Nick dan Andrea, adik Nick, di penginapan mereka. Karna urusan izin penelitian Nick dengan Pemda setempat sudah selesai, jadi besok pagi-pagi mereka bertiga akan segera meluncur ke Borneo.

Meskipun kecewa dengan penolakan Molly, tapi Archie tetap mau mengantarkannya ke penginapan yang dituju Molly. Singkat cerita, keesokan harinya mereka bertiga datang ke tempat konservasi orang utan. Mereka menemukan bermacam-macam orang utan. Tapi, ada satu orang utan yang menarik perhatian Molly. Karro, begitulah petugas menamai orang utan tersebut. Dari petugas yang tengah menemaninya, Molly tau bahwa Karro berbeda dengan orang utan lainnya. Dia mengalami masalah dengan psikisnya. Sehingga membutuhkan penanganan khusus untuk mengembalikannya seperti semula.

Di lain cerita, Ping, seekor orang utan kecil yang malang. Ia kehilangan Ibunya saat ia tengah digendong Sang Ibu untuk membuat sarang, tempat mereka beristirahat malam itu. di tengah canda tawa mereka bergelangtungan di pohon untuk menemukan pohon yang nyaman untuk membuat sarang, tiba-tiba ada suara “Dor” yang membuat Ibu Ping jatuh dan lemas tak berdaya. Ping yang melihat darah segar mengucur dari ibunya tak mengerti apa yang sedang terjadi. ia hanya bisa menggerak-gerakkan badan Ibunya agar segera sadarkan diri. Tapi, usaha Ping sia-sia. Ia tak mendapati tanda-tanda ibu mengajaknya berlari menjauhi suara manusia-manusia yang terdengar senang di antara semak belukar. Suara manusia-manusia itu semakin dekat, dan Ping tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya bisa berpasrah bahwa ia akan mengalami nasib yang tak jauh beda dengan ibunya. Tapi disaat suara manusia-manusia itu semakin mendekati mereka, seekor orang utan besar menariknya dengan keras. Ia mengajak Ping menjauhi ibunya. Ping hanya pasrah mengikuti orang utan yang menggendongnya. Dari sana Ping baru mengerti bahwa ia telah kehilangan Ibunya untuk selamanya.

Jong, seekor orang utan yang seumurannya beserta orang utan yang mengajaknya menjauh saat ia melihat Ibunya yang tengah berbaring tak berdaya, ia panggil Ibu, adalah keluarganya saat ini. Sang Ibu melindungi dan menyayangi Ping layaknya Jong. Ia menganggap Ping seperti anaknya sendiri. Ia menghabiskan waktu bersama Jong dan Ping, mengajarkan banyak hal pada Ping. Bagaimana cara memilih pohon yang baik untuk membuat sarang, mencari makanan yang bisa mereka makan dan makanan yang tak boleh mereka makan. Dan masih banyak lagi.

Sampai pada suatu pagi, Ping dan Jong berlari dan bergelantung di atas pohon menjauhi suara anjing yang tengah mengejar mereka berdua. Disaat lari, Ping dan Jong terpisah. Hingga Ping menghentikan gelantungannya di pohon saat suara anjing tersebut sudah tak terdengar lagi. Ping baru menyadari bahwa Jong tak ada di sampingnya. Jong terpisah dengannya. Ia mencari Jong dan Ibu kemana-mana. Hingga fajar tak lagi menampakkan diri, untuk pertama kalinya Ping membuat sarangnya sendiri pada malam itu. “Sarang yang jauh dari sempurna,” Ping bergumam sedih.

Saat matahari tengah bersinar di langit, Ping bergelantung ke sana-ke mari untuk menemukan Ibu dan Jong. Beberapa hari ia melalui hidup di hutan sendiri tanpa Ibu dan Jong dengan membuat sarang sendiri dan mencari makan yang bisa ia makan, seperti apa yang diajarkan Ibu kepada Jong dan dirinya. Hingga pada pagi hari, Ping menemukan seekor orang utan besar tergeletak tak berdaya di atas tanah. Dengan takut-takut ia mendekati orang utan tersebut. Betapa terkejut dan senangnya ia, bahwa orang itu adalah ibunya. Tapi, tunggu dulu! Ia berubah panik saat ibu yang kini ada di hadapannya tak bergerak dan tak ada nafas dari perutnya. Dilihat tangan ibunya yang tengah memegang sebuah pisang. Ada apa dengan ibu? Ia bertanya sendiri tanpa menemukan jawabannya. Ia semakin takut dan khawatir. Diseret ibunya sedikit, kemudian ia beristirahat untuk sekedar bernafas panjang, diseret lagi ibu, beristirahat lagi. Begitu seterusnya. Hingga ia merasakan badannya berada di jaring-jaring dan mendengar suara-suara manusia yang senang melihat ia dan ibunya terperangkap dalam jaring-jaring tersebut.

Ia tak bisa melakukan apapun, selain pasrah. Ia melihat manusia-manusia itu menggali tanah dengan kaki mereka dan menempatkan ibunya di sana. Sedangkan ia sendiri di masukkan ke dalam kotak yang sangat sempit. Ia menemukan beberapa orang utan yang juga mengalami nasib sama dengan dirinya. Ia benar-benar pasrah saat melihat darah segar mengucur dari salah seekor orang utan tua. Ia hanya bisa pasrah dan menunggu giliran nasibnya seperti orang utan tua itu.

Bagaimana kisah Ping selanjutnya? Dan bagaimana perasaannya Archie, calon pengusaha kelapa sawit, saat gagal membujuk Molly untuk jalan-jalan menghabiskan waktu di Borneo bersamanya, karna Molly lebih memilih ikut Nick dan Andrea ke tempat konservasi orang utan. Bisa dibaca sendiri di “Ping, A message From Borneo”.

@@@@@

Well, kisah yang amat sangat menyentuh ini menyadarkan para pembaca akan pentingnya melestarikan dan melindungi lingkungan yang ada di sekitar kita. Riawani Elyta dan Shabrina W.S, sukses membuat saya pribadi tersentuh dan tenrenyuh. Membayangkan nasib saya sendiri saat berada di posisi mereka. Menjadi incaran para manusia yang serakah dan tak bertanggung jawab.

Tak ada kata terlambat bagi kita untuk tetap menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. Maka, hal yang paing sederhana adalah memulainya dari diri sendiri.

Salam Hangat

Ismiy Isnaynie.

NB. Mohon maaf jika resensi ini kurang menarik. Karna ini adalah resensi pertama saya. Jika berkenan, mohon memberi saran dan kritiknya. Terima kasih ^_^

Gresik, 14 Desember 2013


0 komentar :

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Ismiy Isnaynie
Saya akan terlihat cuek dan pendiam saat pertama bertemu. Tapi untuk selanjutnya? Tergantung anda ^_^
Lihat profil lengkapku