Judul Buku : Ping A Message From Borneo
Penulis : Riawani Elyta
& Shabrina W.S.
Penerbit : Bentang Belia
Terbit : Cetakan I, Maret
2012
Tebal Buku : x + 142 halaman
ISBN : 978-602-9397-17-8
Novel duet karya Riawani Elyta & Shabrina W.S yang memenangkan juara
1 “Lomba Novel 30 Hari 30 Buku Bentang Belia” ini benar-benar sarat akan pesan
lingkungan. Menggabungkan dua penulis yang mempunyai karakter tulisan yang
berbeda tentu bukanlah hal yang mudah. Seperti yang mereka tulis di Kata
Pengantar dan Ucapan Terima Kasih, bahwa keduanya tidak pernah saling bertemu.
Hanya berkomunikasi lewat sosial media, mereka ingin menghasilkan karya yang
mampu membuka mata para pembaca akan kepedulian lingkungan sekitar. Mengingat
isu penyelamatan satwa langkah adalah masalah krusial yang berkaitan erat
dengan pemanasan global, dan salah satunya dipicu oleh kelangkaaan hutan
beserta habitatnya.
Di dalam novel ini, mereka berbagi tugas sesuai dengan “pakem”
masing-masing. Riawani Elyta di bagian fiksinya, dan Shabrina W.S dibagian
fabel yang ternyata mampu menyuguhkan cerita yang sangat layak untuk
dikonsumsi. Tidak heran jika novel ini ditetapkan sebagai Juara 1.
dikonsumsi. Tidak heran jika novel ini ditetapkan sebagai Juara 1.
@@@@@
Novel ini
bercerita tentang Molly, gadis pecinta binatang-binatang langka tingkat akut.
Ia mengiyakan tawaran Nick, sahabatnya yang ia kenal saat mengunjungi LSM
Gerakan Penyelamatan Satwa Langkah (GPSL), yang sekarang tengah kuliah di
program Wildlife Conservation University of Chester. Saat ini Nick mengadakan
riset tentang hewan-hewan langkah yang ada di Indonesia yang ternyata baru
disadari banyak dari hewan-hewan tersebut belum tersentuh konservasi. Maka tak
heran jika ajakan Nick ke Borneo disambut gembira oleh Molly.
Tiba di
Bandara Sepinggan, Molly dijemput oleh Archie, sahabat SMA yang dulu sangat
dekat dengannya. Yang juga seorang anak dari pengusaha kelapa sawit. Tidak
heran jika kedekatan mereka berdua sampai membuat semua teman SMA nya mengira
bahwa mereka mempunyai kedekatan yang lebih dari seorang sahabat. Archie
mengajak Molly untuk menginap di rumahnya, tapi Molly menolak dengan alasan dia
ingin segera bertemu dengan Nick dan Andrea, adik Nick, di penginapan mereka.
Karna urusan izin penelitian Nick dengan Pemda setempat sudah selesai, jadi
besok pagi-pagi mereka bertiga akan segera meluncur ke Borneo.
Meskipun
kecewa dengan penolakan Molly, tapi Archie tetap mau mengantarkannya ke
penginapan yang dituju Molly. Singkat cerita, keesokan harinya mereka bertiga
datang ke tempat konservasi orang utan. Mereka menemukan bermacam-macam orang
utan. Tapi, ada satu orang utan yang menarik perhatian Molly. Karro, begitulah
petugas menamai orang utan tersebut. Dari petugas yang tengah menemaninya,
Molly tau bahwa Karro berbeda dengan orang utan lainnya. Dia mengalami masalah
dengan psikisnya. Sehingga membutuhkan penanganan khusus untuk mengembalikannya
seperti semula.
Di lain
cerita, Ping, seekor orang utan kecil yang malang. Ia kehilangan Ibunya saat ia
tengah digendong Sang Ibu untuk membuat sarang, tempat mereka beristirahat
malam itu. di tengah canda tawa mereka bergelangtungan di pohon untuk menemukan
pohon yang nyaman untuk membuat sarang, tiba-tiba ada suara “Dor” yang membuat
Ibu Ping jatuh dan lemas tak berdaya. Ping yang melihat darah segar mengucur
dari ibunya tak mengerti apa yang sedang terjadi. ia hanya bisa
menggerak-gerakkan badan Ibunya agar segera sadarkan diri. Tapi, usaha Ping
sia-sia. Ia tak mendapati tanda-tanda ibu mengajaknya berlari menjauhi suara
manusia-manusia yang terdengar senang di antara semak belukar. Suara
manusia-manusia itu semakin dekat, dan Ping tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Ia hanya bisa berpasrah bahwa ia akan mengalami nasib yang tak jauh beda dengan
ibunya. Tapi disaat suara manusia-manusia itu semakin mendekati mereka, seekor
orang utan besar menariknya dengan keras. Ia mengajak Ping menjauhi ibunya. Ping
hanya pasrah mengikuti orang utan yang menggendongnya. Dari sana Ping baru
mengerti bahwa ia telah kehilangan Ibunya untuk selamanya.
Jong, seekor
orang utan yang seumurannya beserta orang utan yang mengajaknya menjauh saat ia
melihat Ibunya yang tengah berbaring tak berdaya, ia panggil Ibu, adalah
keluarganya saat ini. Sang Ibu melindungi dan menyayangi Ping layaknya Jong. Ia
menganggap Ping seperti anaknya sendiri. Ia menghabiskan waktu bersama Jong dan
Ping, mengajarkan banyak hal pada Ping. Bagaimana cara memilih pohon yang baik
untuk membuat sarang, mencari makanan yang bisa mereka makan dan makanan yang
tak boleh mereka makan. Dan masih banyak lagi.
Sampai pada
suatu pagi, Ping dan Jong berlari dan bergelantung di atas pohon menjauhi suara
anjing yang tengah mengejar mereka berdua. Disaat lari, Ping dan Jong terpisah.
Hingga Ping menghentikan gelantungannya di pohon saat suara anjing tersebut
sudah tak terdengar lagi. Ping baru menyadari bahwa Jong tak ada di sampingnya.
Jong terpisah dengannya. Ia mencari Jong dan Ibu kemana-mana. Hingga fajar tak
lagi menampakkan diri, untuk pertama kalinya Ping membuat sarangnya sendiri
pada malam itu. “Sarang yang jauh dari sempurna,” Ping bergumam sedih.
Saat
matahari tengah bersinar di langit, Ping bergelantung ke sana-ke mari untuk
menemukan Ibu dan Jong. Beberapa hari ia melalui hidup di hutan sendiri tanpa
Ibu dan Jong dengan membuat sarang sendiri dan mencari makan yang bisa ia
makan, seperti apa yang diajarkan Ibu kepada Jong dan dirinya. Hingga pada pagi
hari, Ping menemukan seekor orang utan besar tergeletak tak berdaya di atas
tanah. Dengan takut-takut ia mendekati orang utan tersebut. Betapa terkejut dan
senangnya ia, bahwa orang itu adalah ibunya. Tapi, tunggu dulu! Ia berubah
panik saat ibu yang kini ada di hadapannya tak bergerak dan tak ada nafas dari
perutnya. Dilihat tangan ibunya yang tengah memegang sebuah pisang. Ada apa
dengan ibu? Ia bertanya sendiri tanpa menemukan jawabannya. Ia semakin takut
dan khawatir. Diseret ibunya sedikit, kemudian ia beristirahat untuk sekedar
bernafas panjang, diseret lagi ibu, beristirahat lagi. Begitu seterusnya.
Hingga ia merasakan badannya berada di jaring-jaring dan mendengar suara-suara
manusia yang senang melihat ia dan ibunya terperangkap dalam jaring-jaring
tersebut.
Ia tak bisa
melakukan apapun, selain pasrah. Ia melihat manusia-manusia itu menggali tanah
dengan kaki mereka dan menempatkan ibunya di sana. Sedangkan ia sendiri di
masukkan ke dalam kotak yang sangat sempit. Ia menemukan beberapa orang utan
yang juga mengalami nasib sama dengan dirinya. Ia benar-benar pasrah saat
melihat darah segar mengucur dari salah seekor orang utan tua. Ia hanya bisa
pasrah dan menunggu giliran nasibnya seperti orang utan tua itu.
Bagaimana
kisah Ping selanjutnya? Dan bagaimana perasaannya Archie, calon pengusaha
kelapa sawit, saat gagal membujuk Molly untuk jalan-jalan menghabiskan waktu di
Borneo bersamanya, karna Molly lebih memilih ikut Nick dan Andrea ke tempat
konservasi orang utan. Bisa dibaca sendiri di “Ping, A message From Borneo”.
@@@@@
Well, kisah
yang amat sangat menyentuh ini menyadarkan para pembaca akan pentingnya
melestarikan dan melindungi lingkungan yang ada di sekitar kita. Riawani Elyta
dan Shabrina W.S, sukses membuat saya pribadi tersentuh dan tenrenyuh.
Membayangkan nasib saya sendiri saat berada di posisi mereka. Menjadi incaran
para manusia yang serakah dan tak bertanggung jawab.
Tak ada kata
terlambat bagi kita untuk tetap menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
Maka, hal yang paing sederhana adalah memulainya dari diri sendiri.
Salam Hangat
Ismiy
Isnaynie.
NB. Mohon
maaf jika resensi ini kurang menarik. Karna ini adalah resensi pertama saya.
Jika berkenan, mohon memberi saran dan kritiknya. Terima kasih ^_^
Gresik, 14
Desember 2013
0 komentar :
Posting Komentar