Lagi-lagi kali ini saya menuliskan opini saya tentang dunia pendidikan. Entah kenapa ahir-ahir ini saya lebih sering mengamati dan kadang menjadi psikolog dadakan dalam dunia pendidikan (hee hee hee). Mungkin karena kuliah yang saya ambil memang jurusan pendidikan. Jadi, saya lebih sensitif ketika saya tahu sendiri tentang masalah pendidikan atau ada seorang dosen yang memberikan informasi tetang pedidikan terbaru.di negara kita.
Baiklah,
saya tidak perlu berpanjang lebar lagi di sini. Saya ingin mengajukan satu
pertanyaan yang sama seperti tulisan catatanku yang kemarin, “Pendidikan
seperti apakah yang dipentingkan?”
Mungkin
bagi sebagian teman yang membaca catatan saya ini sedikit mengerutkan kening
karena memang tidak faham dengan maksud saya karena belum membaca catatan
terahir saya kemarin.
Well,
saya tidak tahu, apakah ini sudah menjadi rahasia umum atau ada sebagian
teman-teman yang sudah mengetahui masalah ini, atau bahkan saya sendiri yang
baru menyadarinya.
Semalam
saat saya diminta bibi saya mengkoreksi PR Bahasa Inggris sepupu saya yang
duduk di kelas 4 SD. Berkali-kali saya mengerutkan kening. Pasalnya di sana
bacaan yang ditampilkan terdapat banyak kekeliruan penggunaan tenses dan
vocabulary. Awalnya saya mengira mungkin itu terjadi karena kurang teliti tim
penyusun atau apalah namanya. Karena bukan hanya di LKS itu saja yang terjadi
kesalahan. LKS Bahasa Inggris murid privat saya juga mengalami kekeliruan dalam
penggunaan tenses dan vocabularynya. Tapi, LKS sepupu saya yang saya koreksi
hasil kerjanya intensitas kesalahannya lebih banyak. Bahkan kalau saya bisa
bilang itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Karena tidak hanya satu atau dua
bacaan yang salah. Tapi hampir setiap bacaannya terjadi kesalahan.
Saya
sempat menggelengkan kepala berkali-kali. Bukan karena saya tidak faham dengan
bacaan yang disajikan. Tapi, saya berfikir ‘Bagaimana bisa anak seusia ini
diberikan bacaan Berbahasa Inggris seperti ini?’. Karena seingat saya, ketika
saya masih duduk di kelas yang sama seperti sepupuku ini, saya masih belajar
vocabulary. Materi yang disajikan tidak sekompleks materi saat ini. Sehingga
ketika saya mengatakan pada bibi saya tentang sulitnya materi yang diberikan.
Beliau mengeluhkannya. Karena selain
beliau memang tidak faham dengan materi-materi Bahasa Inggris yang dipelajari
anaknya. Beliau dipaksa untuk memahaminya sendiri. Sedangkan Bahasa Asing tidak
seperti Bahasa sendiri. Maka untuk memahaminya, setidaknya ada basic Bahasa
Inggris yang dimiliki.
Sebenarnya
bukan materi Bahasa Inggris yang menjadi permasalahan yang ingin saya tuliskan.
Itu hanya sedikit masalah pelajaran siswa saat ini. Karena sebenarnya bukan
hanya pelajaran Bahasa inggris saja yang bermasalah. Masih ada banyak sekali
masalah-masalah pelajaran murid saat ini. Tapi mungkin nanti saya coba akan
menuliskannya.
Baiklah,
masalah yang ingin saya tuliskan dengan judul ‘Bobroknya Pendidikan Kita’
adalah
tetang adanya permainan guru bidang study yang merangkap menjadi guru
les para siswanya. Saya mengatakan kepada bibi saya, kalau orang tua zaman
sekarang sangat berbeda sekali dengan orang tua zaman dahulu. Kalau dulu saat
saya masih berusia seperti sepupu saya, orang tua saya percaya penuh kepada
guru les saya. Saat ini kepercayaan seperti itu sudah tidak berlaku. Orang tua
sendirilah yang bisa menjadi guru les yang terpercaya. Tapi, masalahnya tidak
sedikit orang tua zaman sekarang dibingungkan dengan materi-materi pelajaran
yang disajikan. Sehingga mau tidak mau mereka harus mempercayakan kepada guru
les anaknya. Karena selain masalah materi yang tidak difahami. Ternyata ada
satu masalah yang sangat-sangat fatal menurut saya. Dari pengakuan bibi saya.
Guru les sepupu saya itu tidak pernah memperbolehkan anak-anak lesnya
mengerjakan PR di tempat les. Saya menjawab “Bagus dong, kalau begitu? Jadinya waktu
les tidak dihabiskan untuk mengerjakan PR. Bisa digunakan untuk belajar
pelajaran yang lainnya. Kalau PR sudah dikerjakan di rumah, kan di tempat les
gurunya tinggal mengkoreksi hasil PR siswanya.” Dengan cepat bibiku
menjelaskan. “Kalau hasil PR yang sudah dikerjakan di rumah dikoreksi gurunya
sih enak, Is. Lah, gurunya nggak mau koreksi PR yang sudah dikerjakan.” Aku
mengerutkan keningku. “Lah, trus? Lesnya ngapain lho?”. “Lesnya Cuma
menggugurkan kewajiban saja.” Saya semakin tidak mengerti. “Maksudnya
menggugurkan kewajiban seperti apa Bi?”. “Kalau anak-anak nggak les di sana.
Mereka tidak dinaikkan kelas.” Ada kemarahan yang memuncak secara naluri dalam
hati saya. Karena lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya saya mendengarkan
alasan tentang kelakuan guru-guru bidang study yang merangkap menjadi guru les.
Kalau dulu saya mendengar alasan dari murid privat saya yang mengatakan kalau
siapa saja yang les di wali kelas Si Ibu.
Dijamin saat ujian dia akan mendapatkan nilai seratus. Karena disaat ujian dia
akan mendapatkan kunci jawaban dari guru lesnya. Sedangkan yang tidak les di
sana akan mendapatkan nilai jelek. Saya kembali bertanya kepada murid privatku,
“Kenapa kamu nggak les di sana aja Dek, biar bisa dapet nilai seratus.” Dengan
polos dia menjawab, “Nggak enak, Kak. Belajarnya nggak ada yang serius. Aku
juga nggak faham dengan pelajaran-pelajarannya. Jadi, percuma kalau aku les di
sana. Enak juga les sama Kak Iis. Aku faham sama pelajaran-pelajarannya. Tuh, buktinya
nilai-nilai pelajaranku semuanya dapet 90. Ada juga yang dapet 100.”
Itu
hanya sedikit kasus para guru bidang study yang merangkap menjadi guru les.
Ingin rasanya marah kepada mereka. Mereka adalah orang yang dipercaya oleh para
orang tua untuk bisa menjadi pendidik bagi anak-anaknya dan anak bangsa.
Ternyata juga menjadi pembodoh nyata bagi penerus bangsa. Sangat tidak bisa
disalahkan jika anak-anak bangsa kita sangat kalah jauh dengan bangsa-bangsa
lainnya. Tidak salah juga kalau kita sangat mudah dibodohi hanya dengan
iming-iming ‘Uang’ untuk membodohi anak bangsanya sendiri.
Lagi-dan
lagi, ini adalah kasus nyata bobroknya pendidikan kita.
Gresik, 21
April 2013
18:24
18:24
1 komentar :
Turut berbela sungkawa mbak, eh maaf salah "turut prihatin" atas cerita antum di atas....
Posting Komentar