Beberapa hari yang lalu ketika
saya berkunjung ke rumah salah seorang teman saya. Saya melihat seorang anak
kecil yang kira-kira berumur kurang lebih dua tahun sedang asyik memperhatikan
seorang lelaki yang berada di sampingnya. Saya menebak bahwa lelaki tersebut
adalah ayah dari bocah itu. Karena sepertinya dia tidak mau jauh dari lelaki
itu. Terbukti ketika lelaki itu terpaksa beranjak dari duduknya dan mencari
sesuatu di sekitarnya. Bocah itu dengan histeris berteriak dan menangis.
Seolah-olah dia takut lelaki itu akan meninggalkannya sembari terus
memanggilnya, “Ayaaaaahhhh...”.
Ketika teman saya sedang asyik
melihat film di layar noteboooknya, saya bertanya kepadanya, “Lagi ngapain sih,
Ayahnya?”. Seperti tahu maksud pertanyaanku, dia memalingkan konsentrasinya ke
objek yang aku maksud. “Oh, lagi buat mobil-mobilan. Dia tadi minta dibuatin
mobil-mobilan.” Jawabnya sambil tersenyum saat melihat tingkah lucu bocah itu
yang ternyata keponakannya.
Kembali aku memperhatikan tingkah
bocah itu beserta ayahnya yang berusaha keras membuat mobil-mobilan yang
diinginkan anaknya. Aku berfikir kalau ayahnya akan membuatkan mobil-mobilan
yang seperti mobil-mobilan yang biasanya dijual di pasar. Tapi, setelah aku
mengamatinya ada sedikit yang berbeda. “Ah, sudahlah. Itu tak penting.” Aku
mendesis. Aku suka sekali melihat air muka bocah itu. Dia terlihat benar-benar
antusias ingin sekali mobil-mobilan buatan ayahnya itu segera selesai. Dia tak
melewatkan sedetikpun gerakan ayahnya yang sedang membuatkan mobil-mobilan
untuknya itu.
Ada empat bentuk lingkaran yang
dibuat dari sandal jepit swallow yang sudah tak terpakai dan satu balok kayu
yang ukurannya kira-kira sepanjang telapak tangan orang dewasa. Setelah
beberapa lamanya lelaki itu menempelkan bentuk lingkarang itu di setiap sisi
balok kayu dengan paku. Ahirnya mobil-mobilan itu selesai juga. Dan senyum
kecil itu mengembang sembari terus menggerakkan maju-mundur mobil yang sudah
berada di tangannya.
Aku terperangah setengah tak percaya
dengan apa yang aku lihat. Kebahagiaan bocah itu benar-benar jujur. Dia
benar-benar senang sekali memainkan mobil mainan yang dibuatkan ayahnya.
Mobil-mobilan yang tadinya aku pikir seperti mobil-mobilan yang biasanya dijual
di pasar. Mobil bentuk truk, bus, taxi atau yang sejenisnya. Tapi ternyata
TIDAK!
Hanya mobil dari kayu balok utuh
dengan ukuran sepanjang tangan orang dewasa dan empat roda dari sandal jepit
swallow di setiap sisinya mampu membuatnya tertawa lepas dan bahagia. “Ah,
keinginan malaikat kecil itu sebenarnya sederhana. Jika memang kita tak selalu
memenuhinya dengan kemewahan.” Aku tersenyum melihat tingkah lucunya.
Gresik,
27 Februari 2013
22:38
22:38
0 komentar :
Posting Komentar